Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dualisme Status Anak Perusahaan BUMN

13 Juni 2019   11:33 Diperbarui: 13 Juni 2019   12:14 1244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulian berikut ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk menyoroti seputar gugatan dari kubu Prabowo-Sandi terhadap status Ma'ruf Amin yang punya posisi sebagai Dewan Pengawas Syariah di bank sayriah yang merupakan anak perusahaan dari Bank BNI dan Bank Mandiri. Seperti diketahui, BNI dan Mandiri adalah bank terkemuka yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh negara.

Menurut kubu Prabowo-Sandi, anak perusahaan BUMN statusnya tetap termasuk sebagai BUMN. Namun dari jawaban kubu Jokowi-Ma'ruf yang didukung oleh berbagai landasan hukum yang berlaku, anak perusahaan BUMN bukanlah BUMN. Maksudnya yang BUMN adalah induknya saja karena ada setoran modal negara pada saat induk perusahaan tersebut didirikan.

Saya kebetulan lama bekerja di sebuah BUMN yang bergerak di bidang keuangan, namun bidang tugas saya tidak banyak bersentuhan dengan sisi hukumnya, sehingga mana penafsiran yang betul tentang status anak perusahaan BUMN, sebaiknya kita tunggu saja hasil sidang Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun yang saya amati, jelas sekali perbedaan antara BUMN yang menjadi induk perusahaan dengan anak perusahaannya. Direksi dan Komisaris di induk perusahaan jelas ditunjuk oleh Kementerian BUMN. Sedangkan direksi dan komisaris anak perusahaan ditunjuk oleh direksi induk perusahaan.

Tentu saja bagi BUMN yang sudah go public seperti BNI dan Mandiri, proses penunjukan direksi dan komisarisnya dilakukan pada forum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang antara lain agendanya telah diumumkan jauh sebelumnya berupa pengumuman di surat kabar. 

Nah pada RUPS perusahaan induk, biasanya pada sesi pembahasan penunjukan pengurus (direksi dan komisaris), pimpinan rapat akan membacakan surat dari Kementerian BUMN yang dibawa langsung oleh pejabatnya yang hadir mewakili pemerintah sebagai pemegang saham pengendali pada RUPS tersebut. 

Surat dimaksud berisikan nama-nama pengurus lama yang diberhentikan dan pengurus baru yang ditunjuk. Tapi bisa saja semua pengurus lama tetap dipertahankan. Secara umum, periode penugasan seseorang sebagai pengurus adalah untuk jangka waktu 5 tahun, namun dalam praktiknya sering juga dihentikan sebelum itu.

Karena isu penetapan pengurus merupakan "bola panas", surat kementerian tersebut betul-betul bersifat rahasia, dan sebelum wakil dari Kementerian BUMN hadir di ruangan tempat RUPS berlangsung, RUPS belum akan dimulai. 

Sedangkan pada RUPS anak perusahaan, suasananya agak berbeda karena tidak dihadiri oleh wakil dari pemerintah, namun cukup wakil dari perusahaan induk saja dan wakil dari pemegang saham minoritas (bila tidak 100% dimiliki oleh induk perusahaan).

Tapi apakah pemerintah akan berlepas tangan bila terjadi suatu kasus di anak perusahaan BUMN? Tentu tidak begitu, namun pemerintah bisa mengintervensi melalui pengurus induk perusahaan, nantinya induklah yang akan menindak anaknya.

Makanya bisa dipahami kenapa dulu pada tahun 1995 masyarakat Sumbar awalnya demikian kuat menolak dijadikannya Semen Padang yang sebelumnya adalah salah satu BUMN menjadi anak perusahaan Semen Gresik. 

Tentu saja di mata masyarakat banyak, bahkan barangkali juga di mata para profesional, jauh lebih bergengsi status sebagai BUMN ketimbang "hanya" anak perusahaan BUMN. Meskipun sekadar contoh ada induk yang tergantung pada anaknya seperti PT Telkom yang BUMN sebagian besar labanya ditopang oleh  Telkomsel yang berstatus anak perusahaan.

Namun kalau dilihat dari sisi "kebebasannya" dari jangkauan pemerintah, logikanya berkakrir di anak perusahaan BUMN menjadi tantangan tersendiri. Tapi apakah betul-betul sudah bebas seperti perusahaan swasta?

Ini yang perlu didalami lebih lanjut, karena paling tidak ada beberapa hal yang mengindikasikan terdapat dualisme dalam status anak perusahaan BUMN. Maksudnya secara legal standing diakui bukan sebagai BUMN, tapi pada hal lain ada kesamaannya dengan BUMN,

Pertama, pengurus anak perusahaan BUMN diperlakukan sama dengan pengurus BUMN dalam hal kewajiban membuat laporan daftar kekayaan secara periodik yang dikirimkan ke KPK.

Kedua, dalam pemilihan direktur utama anak perusahaan BUMN, kalau tidak keliru saat ini harus melalui tahap pengusulan ke Kementerian BUMN. Sedangkan pemilihan direktur lain sebagai anggota direksi anak perusahaan, cukup diputuskan oleh direksi induk perusahaan melalui forum RUPS.

Ketiga, pejabat dan karyawan anak perusahaan BUMN melakukan upacara bendera setiap memperingati hari besar nasional, seperti juga yang wajib di BUMN induk. Tidak hanya upacara setiap tanggal 17 Agustus yang perusahaan swastapun juga melakukannya, tapi juga misalnya pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional, Hari Lahir Pancasila, Hari Pahlawan, dan sebagainya.

Secara budaya kerja pun, anak perusahaan BUMN lebih dekat ke BUMN ketimbang gaya perusahaan swasta, meski harus diakui sekarang banyak BUMN yang meniru swasta seperti membolehkan karyawannya berpakaian kasual dan jam kerja yang fleksibel.

Kemudian dalam hubungannya dengan pemerintah, baik secara langsung atau tidak, pemerintah pada akhirnya tetap perlu memperhatikan anak-anak perusahaan BUMN yang demikian banyak jumlahnya  agar tidak menjadi beban bagi BUMN induknya, tapi mampu menjadi "ayam bertelur emas".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun