Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ketika Siaran Langsung Tembak-tembakan di Layar Kaca

22 Mei 2019   21:46 Diperbarui: 22 Mei 2019   21:46 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi Rabu (22/5/2019), ketika itu aplikasi WhastApp masih bisa digunakan, adik saya yang tinggal di Duri, Riau, bertanya apakah kondisi di tempat saya tinggal  di Jakarta aman-aman saja. Ia juga bertanya bagaimana dengan kondisi anaknya, yang kebetulan lagi magang di sebuah perusahaan dan tinggal bersama saya, apakah tetap bisa pergi ke kantor?

Wajar jika adik saya cemas, karena ia menganggap semua wilayah Jakarta adalah seperti siaran langsung yang ditayangkan beberapa stasiun televisi pada malam sebelumnya (dari Selasa malam sampai Rabu dinihari). Adegan para pengunjuk rasa yang melempari aparat kepolisian serta bunyi letusan tembak-tembakan (meskipun "hanya" tembakan gas air mata) yang berentetan sekian lama, tentu saja sungguh mengkhawatirkan.

Padahal adik saya itu pernah beberapa kali ke Jakarta, dan seharusnya tahu bahwa lokasi sekitar kantor Bawaslu dengan rumah saya di bilangan Tebet, lumayan jauh. Demikian pula dengan tempat anaknya magang di kawasan Pasar Minggu, lebih jauh lagi.

Namun begitulah efek siaran langsung yang memang selalu membikin sensasi. Padahal tertulis di layar kaca sebagai breaking news, tapi kok breaking-nya bisa berpanjang-panjang begitu. Ada kesan semakin mencekam, pihak stasiun televisi semakin "bergairah" menyiarkannya. Akibatnya penonton di luar Jakarta berimajinasi, jangan-jangan di tempat lain di Jakarta dan sekitarnya, suasananya juga mencekam.

Saya saja dan istri yang menonton juga cemas, apalagi penonton di luar daerah, tentu mereka akan menghubungi keluarga atau kerabatnya yang tinggal di Jakarta, biar dapat informasi apakah keluarga atau kerabatnya itu baik-baik saja atau tidak.

Tapi cerita tetangga saya lain lagi. Ia dan istrinya terlibat "perang mulut" saat menonton siaran langsung itu. Si istri yang memang hobi mendengarkan ceramah di medsos dari salah satu ustad yang masuk barisan pendukung Prabowo-Sandi, ngomel-ngomel saja sepanjang siaran karena mencurigai ada penyusupan dari pendukung Jokowi-Ma'ruf ke dalam barisan pengunjuk rasa yang memancing kerusuhan.

Si suami yang ingin menonton dengan tekun jadi terganggu. Pikiran sang suami hanya menginginkan pengunjuk rasa cepat membubarkan diri, atau kalaupun tetap di TKP, melakukan aksinya secara damai, sehingga tidak perlu ada adegan tembak-tembakan pada siaran langsung yang tak mungkin diedit itu.

Saya sendiri hanya ingin mengajukan pertanyaan kepada beberapa stasiun televisi yang melakukan siaran langsung, apakah memang perlu menyiarkannya berjam-jam kalau membuat penonton makin cemas. Bukankah yang namanya breaking news cukup beberapa menit saja, kemudian liputannya tetap berlangsung untuk diedit dan disiarkan pada acara siaran berita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun