Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bila Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Jakarta Bakal Sepi dan Status Provinsi Dicabut?

3 Mei 2019   08:45 Diperbarui: 3 Mei 2019   09:09 1073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Jokowi sudah memutuskan untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke kota lain di luar Jawa. Ini bukan ujug-ujug karena wacananya sudah digulirkan sejak zaman Presiden Soekarno, bahkan kota Palangkaraya di Kalimantan Tengah pernah dipersiapkan untuk itu.

Tapi keputusan pemerintah sekarang belum sampai secara spesifik memilih kota tertentu, sehingga diperkirakan pelaksanaannya masih butuh waktu relatif lama untuk menuntaskan pekerjaan besar tersebut. 

Namun di media sosial sudah banyak beredar komentar yang menyebutkan Jakarta bakal sepi, udaranya akan bersih terbebas dari polusi. Kemacetan akan berkurang, pencemaran sungai dan banjir pun akan berkurang jauh.

Ada lagi yang berkomentar bahwa status provinsi yang disandang Jakarta saat ini dengan embel-embel Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) otomatis akan berakhir, dan Jakarta hanya akan menjadi salah satu kota yang masuk Provinsi Jawa Barat. Tapi tidak disebutkan apakah ibu kota Jawa Barat tetap di Bandung atau pindah ke Jakarta?

Komentar seperti di atas boleh-boleh saja. Tapi membayangkan Jakarta berubah jadi kota yang sepi, sepertinya berlebihan. Bila disebutkan sedikit berkurang kepadatannya, sangat mungkin, dengan kepindahan ratusan ribu pegawai seluruh kementerian.

Tapi belum tentu si pegawai yang pindah akan membawa keluarganya. Bila anak-anaknya sudah merasa nyaman bersekolah atau kuliah di Jakarta, lalu istrinya ditugasi mengawasi anak-anak, maka akan lebih baik si pegawai masuk kelompok PJKA (Pulang Jumat Kembali Ahad, kelompok para pegawai yang bertemu keluarga seminggu sekali karena berdinas di kota yang berbeda).

Itulah yang terjadi di ibu kota baru Myanmar, Naypyidaw. Kota ini dijuluki sebagai "kota hantu" karena sepi, para pegawainya lebih senang setiap akhir pekan kembali ke ibu kota lama, Yangon.

Maka kota terbesar dan terpadat di Myanmar tetap saja Yangon. Di Australia, kota terpadatnya adalah Sydney dan ibu kota Canberra, tetap sepi. Banyak contoh lain yang membuktikan ibu kota sebuah negara bukan menjadi kota terbesar dan terpadat di negara tersebut.

Jadi, rasa-rasanya Jakarta tetap akan ramai, karena yang sudah terlanjur besar sulit diciutkan. Kantor pusat berbagai perusahaan asing dan nasional, sangat mungkin masih berada di gedung-gedung jangkung yang tersebar di kota Jakarta. Tentu di ibu kota baru, perusahaan akan membuka kantor cabangnya bila bisnisnya banyak bersinggungan dengan pemerintah pusat.

Para artis dan seniman akan tetap membanjiri Jakarta, kalau ingin berkibar secara nasional, karena production house, perusahaan rekaman, event organizer, stasiun televisi, media massa papan atas, diperkirakan homebase-nya tetap di Jakarta. 

Pasar Tanah Abang, Mangga Dua, dan tempat sebagian besar uang secara nasional berputar, tidak akan kehilangan kejayaannya. Makanya bank-bank pun akan tetap berebut mencari dana atau menyalurkan kredit di Jakarta dan sekitarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun