Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nama Jalan untuk Harmonisasi Budaya Jawa dan Sunda

6 Februari 2019   18:17 Diperbarui: 6 Februari 2019   20:27 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. m.suarasurabaya.net

Sejarah baru ditancapkan di Surabaya, Jawa Timur, dengan diresmikannya penggunaan nama jalan baru. Jalan Gunungsari diganti menjadi Jalan Prabu Siliwangi dan Jalan Dinoyo menjadi Jalan Sunda.

Peresmian penggantian nama jalan tersebut dilakukan oleh Gubenur Jawa Timur, Soekarwo, Minggu, 3 Februari 2019. Sebetulnya tidak dilakukan penggantian nama untuk kedua jalan tesebut secara keseluruhan , tapi hanya sebagian. Artinya ada pemenggalan, sebagian pakai nama baru, sebagian lagi masih dengan nama lama. 

Ada apa memangnya kok jalan tersebut berganti nama dengan nama yang berbau Jawa Barat. Padahal Surabaya jelas-jelas merupakan ibu kota Provinsi Jawa Timur.

Ternyata hal itu berkaitan dengan upaya harmonisasi atau rekonsiliasi antara suku Jawa dan Sunda yang digagas tahun 2017 lalu oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X, dan disepakati bersama dengan Gubernur Jawa Barat waktu itu Ahmad Heryawan dan Gubernur Jawa Timur Soekarwo.

Soalnya dari cerita turun temurun, disebutkan pada zaman dahulu kala di era kerajaan yang masih kukuh berdiri di bumi nusantara, kerajaan di Jawa seperti Majapahit yang berlanjut dengan Mataram, hubungannya tidak harmonis dengan kerajaan di tanah Sunda.

Menurut beberapa referensi, retaknya hubungan suku Sunda dan Jawa bermula sejak sekitar 6 abad yang lalu ketika pecah Perang Bubat antara Kerajaan Majapahit yang ingin memperluas daerah kekuasaannya, namun Kerajaan Sunda menolak menyerah.

Karena peperangan tersebut, keinginan Prabu Hayam Wuruk sebagai Raja Majapahit saat itu untuk mempersunting permaisuri dari Sunda, Diyah Pitaloka Citraresmi, menjadi buyar.

Nah ketidakharmonisan tersebut harusnya tidak lagi terbawa sampai era NKRI sekarang. Kalau saat penjajahan Belanda mungkin masih dapat dipahami karena Belanda sengaja mengadu domba demi memperluas pengaruhnya. 

Makanya jangan heran bila di Bandung, Jawa Barat, tidak ditemukan nama jalan Majapahit, Sultan Agung, Hayam Wuruk, Gajah Mada, dan nama-nama bersejarah lainnya dari kerajaan di Jawa.

Sebaliknya juga tidak ada nama jalan Pajajaran, Siliwangi, dan nama berbau Sunda zaman baheula lain di kota-kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Parahnya, ada sebagian orang tua yang menakut-nakuti anaknya yang mau menikah antar pasangan beda suku, Jawa dan Sunda. Hal ini dibilang nggak bakal langgeng. Meski sekarang sudah banyak yang melakukan dan mereka ternyata tidak kualat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun