Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Media Sosial dan Undangan Pernikahan

1 Desember 2018   18:44 Diperbarui: 1 Desember 2018   22:02 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. decodeko.co.id

Sejak komunikasi semakin mudah dengan keberadaan media sosial, maka soal pengiriman undangan, katakanlah misalnya undangan buat menghadiri resepsi pernikahan, dapat disampaikan secara instan melalui dunia maya tersebut.

Namun untuk sopan santunnya, foto fisik undangannya juga disertakan pada pesan via medsos itu, termasuk dengan meng-close up nama si penerima undangan yang sudah terketik rapi pada bagian sampul. Lalu tambahkan narasi bahwa sekiranya undangan tersebut belum sampai ke alamat penerima, foto via medsos tadi mohon dianggap sebagai undangan resmi. Artinya, biaya untuk mencetak undangan tetap harus dikeluarkan.

Lazimnya undangan via medsos dilakukan antar pribadi ke pribadi (japri), bukan dari pribadi ke satu grup medsos. Memang lebih hemat waktu, bila dikirim ke grup dengan mengundang semua anggota sekaligus. Tapi karena tidak ada sentuhan personalnya, biasanya sebagian besar anggota akan menganggapnya sebagai pemberitahuan semata.

Sebagian kecil anggota grup ada juga yang memenuhi undangan tersebut. Lalu sebagai bukti kehadirannya, foto-foto saat acara resepsi langsung beredar di grup medsos pada hari-H. 

Kemudian mereka yang tidak hadir di resepsi ramai-ramai mengucapkan selamat kepada pasangan yang berbahagia atau orang tua dari pasangan tersebut, dengan diiringi doa agar kedua penganten menjadi keluarga yang sakinah.

Cukup satu orang yang berinisiatif menyampaikan ucapan selamat di grup medsos. Kemudian, tanpa dikomandoi, yang lain serentak meng-copy paste ucapan selamat dan doa itu. Lagi-lagi sentuhan personalnya jadi berkurang karena kalimatnya semua sama persis. Sampai-sampai kalau kalimat yang dicontek ada salah ketiknya, yang lain pun akan salah ketik juga, karena tak ada kemauan untuk mengedit sebelum dikirim.

Tapi okelah, memang begitu ruang percakapan di grup medsos berlangsung. Terkesan heboh, tapi sebetulnya kurang bernilai secara substansial. Lebih berbau basa basi saja.

Yang penting asal tidak melakukan kesalahan fatal saja bila mengirim sesuatu di grup medsos yang segera dibaca banyak anggotanya. Memang apa yang dikirim, bisa dihapus lagi. Namun kalau sudah terlanjur dan disambar oleh anggota lain, tentu jadi percuma juga kalau mau dihapus.

Contohnya seperti berikut ini. Seorang direktur sebuah perusahaan besar baru saja mengadakan resepsi pernikahan anak perempuannya. Sang direktur mengirim undangan hanya melalui dunia nyata, tidak ada melalui dunia maya.

Lalu pada hari H, di sebuah grup medsos yang sang direktur ikut menjadi anggota beserta teman-teman lamanya saat masih menjadi staf di awal karirnya, terpampang foto-foto dari venue resepsi yang memang terkesan mewah. Maklum, yang punya gawe kan tidak sembarang orang.

Seperti biasa, sehabis foto-foto terpampang, langsung disambut dengan ucapan selamat dari banyak anggota grup. Namun ada seorang anggota yang berkomentar nyeleneh. Ia bukannya mengucapkan selamat, tapi mengirimkan emoticon orang menangis, sambil menuding ia sudah dilupakan karena tidak diundang.

Yang menangis di medsos tersebut juga bukan sembarang orang. Jabatannya juga direktur tapi di perusahaan yang berbeda dengan sang direktur yang mengadakan resepsi. Tapi di masa awal meniti karir sebagai staf junior, keduanya satu angkatan saat diterima di sebuah perusahaan. 

Grup medsos yang dimaksud memang beranggotakan teman-teman satu angkatan. Awalnya mereka senasib. Tapi makin lama, nasib masing-masing berbeda-beda. Hanya sedikit sekali yang mencapai kursi direktur, kebanyakan  masih dua atau tiga level di bawah direktur.  Ada juga beberapa yang sudah satu level di bawah direktur.

Kebayang kan, kalau yang jabatannya rendah, saat ikut berkomentar di grup, akan penuh sopan santun. Tapi bagi mereka yang setara terkesan lebih terbuka. Itulah yang dilakukan sang pengirim emoticon, tidak perlu takut-takut, toh sama-sama direktur.

Namun rupanya balasan dari yang punya hajat, sungguh tidak terduga oleh anggota grup. Ia menjelaskan bahwa undangan tersebut telah dikirimkan ke kantor teman yang mengaku tidak menerima itu tadi. Kemudian ditambahi dengan "serangan balik" berupa gambar orang menangis yang lebih keras, karena justru dialah yang dilupakan, tidak diundang saat dulu sang pemrotes mengadakan resepsi pernikahan anaknya.

Saling protes antar dua direktur itu berakhir begitu saja, mereka tidak lagi saling menyahut di grup. Mungkin mereka sadar, hal-hal begitu, pantasnya dilakukan secara japri. Tapi mungkin juga mereka terlibat perang dingin, saling mendiamkan. Siapa tahu?

Intinya, berkomunikasi melalui grup medsos perlu kehati-hatian. Soalnya lucu juga membaca saling protes antar orang-orang yang punya kedudukan terhormat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun