Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ketika Ribuan Guru di Mimika Mogok Mengajar

21 Oktober 2018   07:40 Diperbarui: 22 Oktober 2018   05:33 1327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. antaranews.com

Menyampaikan aspirasi, apalagi kalau dilakukan dengan mengatasnamakan kelompok profesi tertentu, baik dalam bentuk demonstrasi yang hiruk-pikuk, maupun aksi mogok yang diam, sah-sah saja di alam demokrasi sekarang ini, sepanjang mengikuti ketentuan yang berlaku.

Tapi bila profesi itu menyangkut dunia pendidikan yang sangat vital peranannya dalam mencetak generasi penerus yang berkualitas, tentu apapun aksi yang dilakukannya, pantas untuk direspon oleh pihak yang berwenang secara amat cepat. Membiarkan masalahnya berlarut-larut sama saja dengan menelantarkan masa depan bangsa ini.

Itulah yang terpikir saat saya membaca sebuah berita di koran Kompas (20/10) kemaren. Di bawah judul "Mogok Guru Tanpa Solusi", diberitakan tentang  aksi mogok mengajar yang dilakukan oleh  1.065 guru SMA dan SMK di Kabupaten Mimika, Papua. 

Aksi mogok tersebut telah berlangsung sejak Rabu (17/10) dan sampai Jumat (19/10) masih tetap berlangsung. Bahkan untuk pertemuan para pihak di Timika, Papua, yang direncanakan Senin (22/10) besok, belum ada kepastian apakah akan dihadiri oleh unsur pemerintah kabupaten setempat.

Dengan demikian, terhadap tuntutan para guru terkait pembayaran tunjangan dan insentif yang tertunggak sejak Januari 2018, masih belum ada kepastian baik dari Pemerintah Provinsi Papua maupun Pemerintah Kabupaten Mimika.

Total ada 8.380 siswa dari 19 SMA dan 24 SMK di Mimika yang terdampak pemogokan ini. Sementara jadwal ujian akhir semester akan dimulai 26 November 2018.

Sementara itu, tanggapan dari Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Supriano, sebagaimana yang dikutip dari berita Kompas di atas, mengatakan bahwa mogok guru itu harus diselesaikan pemda. "Anggaran pendidikan di daerah, termasuk untuk kesejahteraan guru, jangan sampai dipakai untuk keperluan di luar pendidikan" ujar Supriano.

Ironisnya, dana yang dimasalahkan itu turut dipakai membiayai pelaksanaan Pilkada Gubernur Papua 2018 dan persiapan penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 di Papua (Kompas, 18/10/2018).

Guru yang sering disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa itu, sebetulnya secara umum boleh dikatakan paling jarang melakukan aksi demo atau pemogokan dibandingkan berbagai profesi lainnya. Tentu hal ini karena guru sangat menyadari dampak negatifnya bagi anak didik.

Maka, bila akhirnya guru melakukan aksi mogok, tentu hal itu merupakan gambaran dari sudah begitu tertekannya perasaan mereka, sudah buntu upaya yang telah dilakukan sebelumnya. Kalau akhirnya kesabaran mereka habis, rasanya sangat manusiawi. Kesabaran itu ada batasnya.

Jangan salah menilai kesabaran para guru. Memang sering diberitakan media tentang guru guru yang tahan banting, tanpa lelah berjuang di daerah pelosok dengan imbalan yang jauh dari memadai. Namun keliru sekali kalau menyamaratakan semua guru sebagai "tahan banting", diapa-apain juga tidak bakal memrotes.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun