Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Iuran Tidak Resmi Itu Namanya Dana Korsa

15 September 2018   10:10 Diperbarui: 15 September 2018   10:55 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kumpul-kumpul antar rekan kerja perlu untuk membentuk jiwa korsa atau kekompakan (dok. merdeka.com)

Harian Kompas (12/9) menurunkan berita yang berkaitan dengan lembaga peradilan di negara kita. Komisi Yudisial (KY) menerima keluhan dari sejumlah hakim di darah, yang merasa terbebani dengan adanya iuran untuk membiayai kejuaraan nasional tenis beregu. 

Selain itu, hakim di daerah juga harus mencari uang, antara lain dari iuran pegawai, untuk menyelenggarakan turnamen tenis guna merayakan purnabakti seorang ketua pengadilan tinggi, atau untuk menerima kunjungan pimpinan Mahkamah Agung (MA) ke daerahnya. 

Juru bicara KY Farid Wajdi mengatakan bahwa KY sedang menginvestigasi berbagai laporan tersebut. Sedangkan juru bicara MA Suhadi mengatakan, laporan tentang pungutan kepada hakim, adalah tidak benar.

Tulisan ini sama sekali tidak berkaitan dengan hal tersebut. Hanya saja, karena membaca berita di atas, saya teringat dengan cerita teman-teman saya yang mengabdi di sebuah perusahan milik negara yang hirarkinya mirip di pemerintahan,  karena mempunya kantor pusat di ibukota, kantor wilayah di kota-kota provinsi (beberapa provinsi kecil bisa digabung dalam 1 wilayah), dan kantor cabang di semua kota kabupaten. 

Teman-teman saya tersebut, rata-rata saat ini sudah memasuki usia pensiun, sehingga cerita ini tentu merujuk pada kondisi ketika mereka masih aktif, dan bisa jadi di perusahaan dimaksud sekarang ini tidak lagi ada budaya pungut memungut. 

Jadi begini, ketika teman-teman itu sudah meraih posisi kepala cabang yang tersebar di kota-kota kabupaten, mereka melanjutkan praktik yang sudah turun temurun, yakni mengumpulkan iuran secara tidak resmi, maksudnya tidak masuk ke pembukuan perusahaan, yang disebut dana korsa. 

Korsa, kalau kita cari pengertiannya di beberapa laman daring, disebutkan sebagai keakraban dalam korps. Tentu, dalam konteks tulisan ini adalah semangat kebersamaan para pemimpin cabang di suatu wilayah agar terbina kekompakan. Dana korsa ini dipegang oleh koordinatornya yakni kepala cabang di kota provinsi, kota tempat atasannya, pemimpin wilayah, berada.

Untuk apa dana korsa dipakai? Ada banyak sekali kegiatan yang resmi ataupun tidak resmi, yang memerlukan biaya semacam itu. Ambil contoh, saat pemimpin wilayah yang lama dipindahkan ke unit kerja lain, dan diganti oleh pejabat baru. 

Nah, untuk acara serah terima jabatannya secara formal sudah dibiayai oleh dinas, termasuk untuk konsumsinya. Tapi para kepala cabang tentu ingin juga memberikan cendera mata ke pejabat yang dilepas. Yang ini tidak ada anggarannya, sehingga memakai dana korsa.

Bahkan, bisa saja diam-diam ada kepala cabag yang juga memberikan cendra mata secara pribadi, tidak puas kalau hanya dari yang atas nama bersama yang memakai dana korsa itu tadi.

Sudah begitu, acara masih berlanjut dengan farewell party di lapangan golf. Ini bersifat tidak resmi, jelas tidak mungkin dibiayai dinas.Tentu diambilkan dari dana korsa lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun