Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pebisnis Nasional Merambah ke Padang, Berkah atau Musibah?

5 Juni 2018   20:32 Diperbarui: 6 Juni 2018   09:30 2219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(WARTA KOTA / ANGGA BHAGYA NUGRAHA)

Sebagai putra asli Minang yang sampai menyelesaikan S-1 tinggal di Sumatera Barat (Sumbar), tentu saya sangat peduli dengan perkembangan Sumbar pada umumnya, dan kota Padang sebagai Ibu Kota Sumbar pada khususnya.

Maka begitu saya meniti karir di sebuah perusahaan milik negara di Jakarta, dan relatif sering melakukan perjalanan dinas ke berbagai kota di Tanah Air, secara spontan selalu saya membandingkan kota yang saya kunjungi dengan Padang, kota mana yang lebih besar, lebih ramai, lebih bersih, lebih hidup perekonomiannya, lebih indah, dan sebagainya.

Hanya bermodalkan penglihatan sehari-dua hari menjelajah sebuah kota, saya menyimpulkan bahwa Padang relatif tertinggal. Bukannya Padang tidak berkembang, namun perkembangan kota lain lebih pesat ketimbang perkembangan Padang. 

O ya, saya lebih banyak menggunakan kacamata ekonomi dalam melihat keunggulan sebuah kota. Parameternya gampang saja seperti jumlah kantor bank, hotel, mal, apartemen, gedung pencakar langit, taman kota, dan sebagainya.

Sampai dekade 1980-an saat saya masih kuliah, di Sumatera, posisi Padang hanya kalah dari Medan dan Palembang. Artinya, untuk Sumatera bagian tengah yang sekarang terdiri dari empat provinsi yakni Sumbar, Riau, Kepulauan Riau, dan Jambi, kota terbesarnya adalah Padang.

Plasa Andalas, Padang (dok. mapio.net)
Plasa Andalas, Padang (dok. mapio.net)
Ketika itu, banyak sekali mahasiswa dari Riau dan Jambi yang kuliah di Padang. Kalau ada pasien di Riau dan Jambi yang tak mampu ditangani rumah sakit setempat, akan dirujuk ke Padang. 

Perusahaan besar skala nasional yang juga beroperasi di wilayah Sumatera Tengah, banyak yang mendirikan kantor wilayahnya di Padang, yang membawahi empat provinsi itu tadi. Ambil contoh dua bank besar milik pemerintah, BRI dan BNI (saat itu belum lahir Bank Mandiri), menjadikan Padang sebagai tempat Pemimpin Wilayah berkantor.

Nah sekarang, tanpa mengurangi rasa hormat kepada para pejabat pemerintahan di kota Padang, posisi Padang sudah dilewati oleh Pekanbaru (Riau), Bandarlampung (Lampung), dan Batam (Kepulauan Riau), di samping Medan dan Palembang yang memang dari dulu berada di atas Padang. Bahkan mungkin Jambi juga sedah melewati Padang.

Namun, ketertinggalan Padang tersebut tak semua diartikan sebagai kekalahan, karena sebagian justru disebabkan oleh selera masyarakat yang lebih menyukai produk dan jasa bercita rasa lokal.

Dulu di awal 1980-an, ada restoran ayam goreng ala Amerika yang baru dibuka di Jalan Pemuda, Padang. Hanya bertahan sebentar, karena waktu itu belum cocok sama lidah Padang. Tapi sekarang gerai sejenis sudah banyak di Padang bahkan sampai ke kota yang lebih kecil seperti Payakumbuh.

Dulu, awal departement store ternama dari Jakarta membuka cabang di Padang, sempat kembang kempis dalam menjalankan usahanya, karena ternyata masyarakat Padang lebih menyukai belanja yang ada tawar menawarnya.

Tapi sekarang Padang sudah punya beberapa mal. Terakhir baru saja dibuka Transmart yang lengkap dengan sarana permainan untuk anak-anak dan keluarga. Artinya, akhirya selera orang Padang idem dengan selera nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun