Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wanita Hebat di Balik Pria Sukses, Jangan Habis Manis Sepah Dibuang

24 April 2018   17:52 Diperbarui: 24 April 2018   17:57 1743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. bloraupdates.com

Cerita tentang seseorang yang berjuang dengan amat gigih sehingga berhasil meraih kesuksesan, katakanlah menjadi orang yang kaya raya, dari awalnya yang sangat miskin, tentu telah sering kita baca, dengar, atau tonton.  Dan sebetulnya di balik kesuksesan seseorang selalu ada orang lain di belakang layar yang berperan tak kalah pentingnya, entah itu istri dari sang tokoh, ibu, ayah, saudara, atau temannya. 

Bahwa ada orang tua yang buta huruf yang dengan semangat pantang menyerahnya berhasil mengangkat derajat anaknya menjadi guru besar di sebuah universitas terpandang, adalah salah satu contoh yang dimaksud di atas. Orangtua membanting tulang mengumpulkan rupiah demi rupiah, bahkan berutang atau menggadaikan barang yang tidak seberapa, demi sang anak tetap bisa bersekolah, menggambarkan pengorbanan yang tak terhingga.

Contoh lain, saat seorang suami memulai karir di sebuah instansi dari posisi paling bawah, peran seorang istri yang selalu memberi semangat, melayani serta menyediakan semua keperluan suami, agar bisa berkonsentrasi di kantor, tentu akan sangat mendukung prestasi kerjanya. 

Padahal si istri harus pintar-pintar mengatur bagaimana caranya dengan uang belanja yang amat minim dari suaminya, kehidupan tetap berjalan normal. Maka secara perlahan karir suami pun merangkak naik, sampai akhirnya meraih posisi pimpinan.

Lalu, bila setelah jadi pejabat, si suami jarang membawa istrinya ke lingkungan kantor karena penampilan sang istri yang masih "lusuh" dan tidak klop dengan istri para pejabat lain, apakah itu bisa disebut habis manis sepah dibuang? 

Atau  bila si anak yang setelah jadi profesor jarang berdiskusi dengan orang tuanya di kampung yang tetap buta huruf,  karena kalau diajak diskusi nggak nyambung, apakah si anak menjadi "Malin Kundang" masa kini?

Menjadi orang yang naik status sosialnya memang punya budaya tersendiri. Ruang lingkup pergaulan, tata cara dalam berbicara, berpakaian, makan, menikmati hiburan, tentu berbeda dengan kelompok status sosial di bawahnya. 

Kalau untuk jadi pejabat ada yang tersiksa karena tidak bisa berbasa-basi gaya kelas atas, tidak bisa menikmati permainan golf, tidak mengerti etika makan di perjamuan resmi yang banyak jenis sendok dan pisaunya, ya sebaiknya tidak usah berburu jabatan. 

Memang ada orang yang puas sampai level tertentu saja, kalau di kantor misalnya, cukup jadi kepala divisi, dan sama sekali tidak menunjukkan minat untuk jadi direktur. Untuk orang bertipe begini tak usah disebut sebagai pemalas atau kurang gaul. Passion seseorang berbeda-beda, dan tidak bisa dipandang dari satu sisi saja.

Jadi, kalau seseorang di posisi rendah berdoa untuk meraih posisi yang tinggi, kemudian keluarganya juga mati-matian berperan di belakang layar, semuanya haruslah menyadari segala konsekuensinya, termasuk  bagaimana menghadapi cultural shock nantinya.

Bagi tokoh utama, mungkin shock-nya tidak begitu kentara, karena setiap naik satu tingkat, ia belajar beradaptasi. Artinya, budaya orang sukses yang diraihnya tidak datang tiba-tiba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun