Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Papua, Tak Kenal Maka Tak Sayang

8 Oktober 2015   21:09 Diperbarui: 8 Oktober 2015   21:17 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dok.pribadi"][/caption]Bagi para pekerja kantoran, baik pemerintah maupun swasta, yang karena sifat pekerjaannya mengharuskan seringnya mutasi seorang pekerja, maka mutasi ke Indonesia Timur, khususnya ke Provinsi Papua dan juga Papua Barat, sering dianggap sebagai "hukuman". Hal ini juga karena para bos ada pula yang menggertak anak buahnya dengan kalimat kira-kira seperti ini: "Awas lu kalo macam-macam, tak pindahin ke Papua". Nah lho. Artinya, persepsi kalo ke Papua itu "menderita" sudah dilakukan dari atas ke bawah. Sesuatu yang  sebetulnya sangat keliru.

Kalau ada yang beranggapan daerah Papua masih terbelakang, maka sebaiknya datang ke Papua dan menyaksikan dengan kepala sendiri bahwa saudara-saudara kita di sana punya kehidupan dan juga tentu punya problem yang sama dengan masyarakat di belahan Indonesia lain. Udah pastilah saudara kita pakai baju semua. Kalau di foto-foto terlihat orang berkoteka, itu hanya untuk konsumsi pariwisata, dan hanya di lokasi tertentu.

Kalau mau menemukan kehidupan bergaya peradaban kuno di belasan kota kabupaten yang ada, mungkin puluhan setelah pemekaran, ya sulit dicari. Di Jayapura, kondisinya sama dengan kota provinsi kelas sedang lainnya. Ada gerai ayam goreng asal negeri Paman Sam, ada mal, ada bioskop dengan label terkenal, ada jaringan supermarket dengan nama yang dikenal secara internasional.

Macet karena terlalu banyak mobil dan motor juga terjadi di Jayapura, sama dengan problem kota besar lain. Ruko model baru saling bersambung sepanjang puluhan kilometer dari Sentani - Abepura - Jayapura, dengan pedagang kaki lima di depannya di beberapa titik tempat mama-mama menjual buah pinang.

Ada banyak hotel bagus. Ada banyak bank. Ada banyak lokasi wisata pantai, danau dan bukit. Ada banyak tempat makan malam dengan view bak Hongkong di malam hari, karena kotanya yang berbukit di sepanjang pinggir teluk, sehinggu lampu-lampu rumah yang memenuhi bukit dari atas ke bawah mirip lampu gedung tinggi.

Papua adalah provinsi yang punya bandara terbanyak, dan rasio penduduk yang pernah naik pesawat juga relatif tinggi. Jayapura, Biak, Sorong, Manokwari, Merauke, dan Timika punya bandar udara besar dan sibuk. Penduduk yang meludah berwarna merah bekas mengunyah pinang di area publik sudah jauh berkurang. Air laut di pinggir pantai amat jernih, tak ada sampah kemasan makanan dan minuman.

Satu-satunya alasan yang membuat Papua seperti dihindari adalah jarak yang jauh dengan ongkos transportasi yang mahal. Untung saja sekarang sudah ada penerbangan langsung Jakarta-Jayapura. Itupun makan waktu lima jam, dengan ongkos paling murah sekitar Rp 2 juta. Bayangkan betapa susahnya seorang pekerja di sana buat ketemu anak istri yang misalnya ditinggal di Jakarta.

Kalau kekhawatiran tentang orang mabuk yang melakukan tindakan kriminal, memang masih ada. Paling tidak, sesekali masih muncul sebagai berita di koran lokal. Tapi janganlah menggeneralisir, sehingga takut berinteraksi dengan masyarakat lokal. Yakinlah, saudara kita tersebut jauh lebih sopan dan ramah dari yang diduga.

Main saja ke perkampungan di sekitar Jayapura. Nikmati melihat anak-anak bermain, remaja berlatih bola voli atau sepak bola, orang tua yang saling ngobrol antar tetangga. Jangan lupa ucapkan "permisi bapak", lalu lihatlah ekspresi keramahan saudara kita tersebut.

Makanya terlalu berlebihan bila masih ada karyawan yang buru-buru minta resign begitu dimutasikan ke Papua. Namun demikian, bos-bos di Jakarta perlu pula mengambil langkah perbaikan. Contohlah instansi atau perusahaan yang punya kebijakan bagus agar pekerja yang dimutasi ke Papua tidak merasa dibuang. Ada yang memberi gaji yang jauh lebih tinggi dibanding pekerja sejenis di luar Papua. Ada yang memberikan ongkos transpor buat 6 bulan sekali  ke tempat domisili keluarganya. Ada yang memberi promosi lebih cepat bagi yang berkinerja baik di Papua.

Bagi yang dimutasi ke Papua, ambil sisi positifnya. Kapan lagi menikmati keindahan Papua dan keramahan masyarakatnya, dengan fasilitas dinas. Tak kenal maka tak sayang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun