Jakarta, 30 November 2021. Hari ini di Cemara 6 Galeri-Museum berlangsung acara pameran tunggal Lukisan Sogik Prima Yoga yang tampilkan 24 karya rupanya yang berjudul "Hasrat, Cinta dan Penaklukan: Lahirnya Ibu Bangsa".. Pertanyaan yang mengusik untuk dicari jawab adalah:" Apakah feminisme akan bertahan di era revolusi bioteknologi?"
Atas dasar pertanyaan itu Sogik kemudian mengekplorasi jawaban dengan berdialog dengan Esthi Susanti Hudiono sebagai kurator kontentnya. Melalui fasilitasi Esthi lalu dialog diperluas dengan banyak orang termasuk dialog dengan buku. Melalui proses ini Sogik masuk ke dunia relasi gender dan feminisme.Â
Hasilnya adalah lukisan yang menegaskan apa yang banyak dibahas orang seperti pada lukisan "Darah dan Cinta' yang bicara kekerasan pada perempuan dan lukisan "Terkurung Urusan Domestik" .Â
Lalu Sogik juga melakukan kritik terhadap wacana feminisme terkait dengan pria melalui lukisan "Tarian Cinta" dan "Ingkar Janji" . Kritiknya bahwa pria juga subyek utuh yang punya konteks sosial yang menjadi faktor pemberi pengaruh dan priapun dalam suatu periode hidupnya juga membiarkan dirinya "ditindas" oleh cintanya ketika moment jatuh cinta.
Pertanyaan yang menjadi sumber motivasi melukis dijawab Sogik bahwa feminisme akan bertahan di revolusi bioteknologi jika model relasi gendernya berubah. Ada dekonstruksi pola hubungan pria dan perempuan. Dari pola penaklukan menjadi pola kolaborasi. Kolaborasi subyek dengan subyek.Â
Jalan keluar mengatasi masalah revolusi informatika dan bioteknologi dalam urusan relasi gender dilukiskan dalam lukisan "Kolaborasi" dan "Kau dan Aku' . Subyek berkolaborasi yang jadi fokus Toeti Heraty dalam teori maupun praktek hidupnya ini yang mendorong munculnya lukisan 'Ibu Bangsa"
dengan profil Bu Toeti Heraty dengan menampilkan simbol penting dalam kaitannya dengan berbangsa di ruang publik.
Dua puluh empat lukisan Sogik Prima Yoga yang dipamerkan dikurasi oleh Asikin Hasan. Demikian catatannya yang tertulis di dinding galeri tempat pameran Sogik:" Seni lukis hari ini terbelah dua, efek dari perkembangan media dan teknologi, yang satu tetap berada pada jalur media lama, satunya berada di jalur media baru.Â
Dalam pameran di Cemara 6 Galeri-Museum kita melihat bahwa Sogik memilih media lama (konvensional) untuk merepresentasikan ulang berbagai hal tentang kehidupan masa kini. Ia melangkah di jalan-jalan setapak yang perlahan dan terhenti berulang kali. Pada saat itu ia melihat pemandangan kehidupan ramai di sekitarnya yang