mahasiswa telah menjadi catatan sejarah dalam setiap kejadian besar satu perabadan umat manusia. Mahasiswa yang merupakan diantara refresentatif kaum intelektual, terminologi ini disematkan bukan tanpa alasan. Sebab setiap ucapan dan langkah mahasiswa pasti melalui proses berfikir kritis sebab dibelakangnya ada ide, gagasan dan wacana besar untuk kemaslahatan umat. Itulah gambaran singkat tentang mahasiwa.Â
GerakanSetiap masa ada pelakunya dan setiap pelaku ada ide, gagasan dan wacananya. Inilah penulis yang akan coba urai tentang gerakan mahasiswa dari masa ke masa dengan dinamikanya, termasuk gerakan mahasiswa hari ini yang menyisahkan sejumlah persoalan. Dan bagaimana Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) melihat persoalan ini dan yang terpenting mampu menjadi inisiator untuk menkonsolidasikan gerakan mahasiswa sehingga lahir gerakan revolusioner dan visioner untuk mewujudkan reformasi jilid II.
Menurut penulis  berikut beberapa potret persoalan gerakan mahasiswa hari ini kita berkewajiban  melakukan refleksi bersama untuk membangun gerakan yang lebih masif :
1. Minimnya diskursus politik
Belajar dari gerakan mahasiswa terdahulu  sebagaimana yang ditulis dalam buku-buku Soe Hok Gie bahwa gerakan mahasiswa pada tahun 1966 mendapat dukungan terutama dari militer Angkatan Darat. Serupa gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang berhasil menumbangkan Presiden Soeharto rezim otoriter pada 21 Mei 1998. Bahwa gerakan mahasiswa tidak akan sekuat itu tanpa dukungan dari tokoh politik seperti Amien Rais, Megawati dan sejumlah ormas lainnya.  Bukan saya ingin mengatakan bahwa gerakan mahasiwa harus ditunggaki tokoh politik.Â
Tetapi setiap gerakan mahasiwa harus mampu membaca realitas politik sebab itu bagian dari variabel untuk bisa mewujudkan apa yang menjadi point tuntutan atau wacana yang dibawa kawan-kawan mahasiwa. Namun potret hari ini tidak demikian,, bahkan mirisnya kita melihat tidak sedikit mahasiswa yang anti ketika diskursus realitas politik coba dibangun dalam ruang konsolidasi. Menurut hemat penulis bahwa ini berawal dari minimnya diskursus politik dalam perpektif gerakan mahasiswa.Â
Realitas ini bisa kita jawab dengan coba mengajukan pertanyaan sederhana. Berapa banyak kajian ataupun diskusi yang dilakukan terkait dengan  tema yang disebutkan diatas ketika mahasiswa akan membangun gerakan?, dan sejauh mana kajian ataupun diskusi tersebut dikonsumsi sampai akar rumput?. Ditambah lagi gerakan yang tidak mengakar rumput.
2. Gerakan mahasiswa terlalu elit
Ketika membaca sejarah, mungkin sudah tidak asing lagi  ditelinga kita sebuah adigium  yang mengatakan bahwa "Tidak ada revolusi mahasiswa  yang ada adalah revolusi rakyat". Dari sini kita paham bahwa bicara soal gerakan mahasiswa yang katanya penyambung lidah rakyat ketika membangun suatu gerakan, maka harusnya gerakan tersebut betul-betul mengakar rumput atau melibatkan masyarakat sebab mereka adalah objek atau korban langsung dari kebijakan rezim yang zolim. Namun kalau kita amati akhir-akhir ini terjadi paradox.Â
Seolah-olah bahwa gerakan itu hanya bisa dilakukan oleh mereka yang mempunyai gelar mahasiwa mahasiwa dan  mereka yang punya almamater. Ini adalah kekeliruan yang sangat besar sebagaimana adigium yang telah disebutkan diatas. Gerakan mahasiswa yang tidak melibatkan rakyat menjadi lumrah dalam gerakan, Ini tentu miris, sebab objek utama dalam gerakan hilang. Lebih mirisnya lagi tidak jarang gerakan mahasiswa menjadi batu loncatan mahasiswa untuk menjadi elit baru.
3. Tidak berangkat dari basis ideologi yang kuat