Mohon tunggu...
Irvan Nirvana
Irvan Nirvana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Opini

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kyai Juga Perlu Kaya

18 Desember 2022   02:47 Diperbarui: 18 Desember 2022   02:49 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

KYAI JUGA PERLU KAYA

Sosok kyai memang identik dengan seorang pendakwah kondangan, seorang ulama, dan guru ngaji. Sedangkan untuk ulama sendiri biasa disebut sebagai warosatul anbiyya atau pewaris para nabi, karena ulama atau kyai memiliki keilmuan yang diwariskan secara turun temurun dari guru kepada murid yang pangkal pusatnya yaitu para nabi dan rasul yang hakekatnya semua itu dari Allah SWT. Banyak tokoh-tokoh ulama para kyai seperti KH. Anwar Zahir dari Bojonegoro, KH. Bahaudin Nursalim (Gus Baha), dan masih banyak lagi para kyai yang lainnya. Bahkan para ulama dari kalangan para habaib seperti Maulana Al-Habib Luthfi bin Ali bin Yahya dari Pekalongan, Al-Habib Umar Al-Muthohar Semarang dan masih banyak lagi. Beliu semuanya memiliki keilmuan yang sangat istimewa yang dikarunikan Allah SWT., Dan beliau semuanya seorang Alim yang Amil artinya selain berilmu juga mengamalkan ilmunya. Ada juga seorang kyai yang memiliki pondok pesantren dan ada juga kyai yang hanya mengabdi untuk masyarakat, untuk kyai yang hanya mengabdi di kalangan masyarakat biasanya hanya mengajarkan ilmu agama atau ngaji kepada masyarakat atau anak-anak di lingkungannya.

Dari zaman Walisongo hingga sekarang banyak mencetak para kyai yang pada dasarnya adalah seorang ulama. Akan tetapi, untuk menjadi seorang kyai tidaklah mudah. Banyak tuntutan dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dan semua itu membutuhkan modal dan materi. Ketika seorang kyai masih menjadi santri juga membutuhkan modal seperti yang dijelaskan dalam kitab Ta'lim muta'alim, disitu dijelaskan bahwa santri ketika menuntut ilmu juga harus memiliki modal seperti pikiran, tenaga, dan harta. Semua itu dikorbankan untuk mendapatkan ilmu yang dapat membekali dirinya sebagai insan yang taat kepada tuhannya.

Taat kepada Tuhannya berarti menjalankan segala sesuatu yang diperintahkan dan menjauhi segala yang dilarang oleh Allah SWT. Untuk menempuh jalan menuju Allah SWT. ada yang menempuh jalan tasawuf yang seseorang itu hidup dengan Zuhud, sederhana bahkan ada yang rela tidak memiliki harta untuk puncak pendekatan kepada Allah SWT. Seperti imam Malik dan imam Syafi'i, keduanya merupakan seorang ulama besar dan seorang imam madzab yaitu madzab malikiyyah dan madzab Syafi'iyyah. Perbedaannya hanyalah jika imam Malik merupakan seorang ulama besar yang kaya raya sedangkan imam Syafi'i tidak sekaya imam Malik.

Imam Syafi'i sampai heran mengapa gurunya yaitu imam Malik memiliki harta yang melimpah padahal beliau adalah seorang ulama besar, imam madzab, juga seorang mutashowif. Akhirnya pada suatu ketika imam Syafi'i hendak bepergian ke luar negara akan tetapi beliau tidak memiliki bekal dan akhirnya dibekali oleh imam Malik. Karena kejadian tersebut akhirnya imam Syafi'i berubah pendapat bahwa seorang ulama juga perlu kaya. Bukan untuk berfoya-foya atau kesenangan di dunia saja tetapi untuk memperlancar jalan dakwah menyebarkan agama Allah SWT.

Dari peristiwa tersebut akhirnya membuktikan bahwa seorang ulama atau kyai juga perlu kaya, bukan untuk bersenang-senang dengan duniawi akan tetapi untuk memperlancar jalan dakwah menyebarkan agama Allah SWT. Menurut guru saya yang juga seorang kyai menuturkan kepada saya bahwa banyak kyai sekarang yang sengaja membangun pondok pesantren tetapi tujuannya untuk memperkaya diri sendiri meskipun tidak semua kyai seperti itu terapi oknum tetaplah ada. Padahal dalam kitab bidayatul hidayyah karangannya imam Al Ghozali setelah mengarang kitab Ihya Ulumuddin beliau menuturkan bahwa ketika seorang murid menuntut ilmu tetapi tujuannya hanya dunia seperti agar mendapatkan harta, agar menjadi rujukan, agar disanjung dan sebagainya bukan semata-mata karena Allah SWT. Maka itu semua dihukumi maksiat, bukan hanya santri tersebut yang kena akan tetapi gurunya juga ikut terkena hukumannya. Oleh karena itu, hendaknya seorang guru ketika mengajarkan santri atau muridnya harus disertai nasehat-nasehat agar muridnya tidak salah niat dan salah jalan ketika menuntut ilmu dan sesuai dengan hukum syariat agama. 

Hampir sebagian pendapat memang merujuk pada sikap tidak hubbu Dunya tetapi fungsi dari harta juga bisa sarana untuk menuju Allah taala. Pada hakekatnya semua yang dimiliki oleh makhluk Allah SWT. di dunia hanyalah titipan dariNya dan semuanya akan dipertanggungjawabkan di akhirat nantinya. Untuk urusan duniawi lebih baik jangan disangkut pautkan dakwah, karena ketika berdakwah apa lagi dilingkungan masyarakat seharusnya diniatkan untuk mengabdi pada masyarakat, menjalankan perintah Allah SWT. dan rasulallah Saw. yang memerintahkan umatnya untuk saling mengingatkan dalam kebaikan tanpa ada unsur keinginan yang menimbulkan ujub kesombongan dan lain sebagainya, karena semua itu harus dilakukan dengan ikhlas.

Oleh sebab itu. Guru saya pernah berkata bahwa seorang kyai atau ulama seharusnya memiliki pekerjaan sampingan untuk bekal bertahan hidup serta sebagai sarana untuk menunjang dakwahnya dan menghindari sifat meminta-minta sesuai dengan sabda nabi Saw. Yang pada intinya menganjurkan umatnya untuk menghindari sifat meminta-minta.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun