Mohon tunggu...
Good Words
Good Words Mohon Tunggu... Penulis - Put Right Man on the Right Place

Pemerhati Bangsa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Juni Datang, BPS Belum Juga Umumkan Angka Kemiskinan, Ada Apa?

12 Juni 2020   09:41 Diperbarui: 12 Juni 2020   09:46 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poverty - Pixabay.com

Pada tanggal 11 Juni 2020 Badan Pusat Statistik kembali menerbitkan Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi, Edisi 121 Juni 2020. Sedikit kecewa karena angka kemiskinan tahun 2019 terus dibawa-bawa di lapran 2020. Sementara data-data untuk indikator-indikator penting lainnya seperti Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, Ekspor-Impor, Upah Buruh sudah diperbaharui.

Memang kita tahu di tengah sensus penduduk 2020, BPS dihujani banyak tugas untuk merampungkan banyak data untuk dipublikasikan secara berkala, tetapi jika alasannya hanya memperbaharui sampel atau memperbanyak jumlah sampel, seharusnya terbantu dengan adanya sensus penduduk. Jangan-jangan akan sama seperti tahun 2019 bahwa kemiskinan akan diumumkan di bulan September. Walau kecil kemungkinan, kita berharap tidak ada unsur politik dalam penetapan angka kemiskinan tahun ini.

BPS menjadi satu-satunya lembaga resmi yang ditunggu-tunggu oleh semua pihak agar mempublikasikan angka kemiskinan secara resmi. Urgensinya sangat jelas yaitu agar seluruh rakyat Indonesia tahu dampak Covid-19 terhadap penurunan kesejahteraan masyarakat kita. Banyak lembaga riset dan survei bahkan lembaga-lembaga internasional memperkirakan akan ada tambahan jutaan orang miskin baru akibat kebijakan lockdown atau karantina wilayah.

Seharusnya BPS telah mengumumkan angka kemiskinan periode maret 2020 di bulan Juni 2020. Atau setidaknya jika ada perubahan metode atau jumlah sampel, BPS perlu memberikan keterangan pers secara resmi apabila terjadi keterlambatan publikasi data. Agak sedikit risih membaca laporan Juni 2020, namun angka kemiskinan yang ditampilkan merupakan angka kemiskinan September 2019 sepaket dengan ketimpangan pengeluaran September 2019. 

Memang untuk angka kemiskinan September 2019 mengalami penurunan sebanyak 358,9 ribu orang dari bulan Maret 2019 dan sudah tidak lagi relevan untuk dikonsumsi oleh masyarakat, karena Covid-19 telah membuat sebagian masyarakat kita jatuh ke bawah garus kemiskinan. Tidak hanya data kemiskinan saja yang belum diperbaharui, bahkan Indeks Perilaku Anti Korupsi, Indeks Kebahagiaan dan beberapa data penting lain juga belum diperbaharui. Hal ini seharusnya menjadi evaluasi yang terus digaungkan untuk perbaikan BPS sebagai satu-satunya lembaga yang berhak mempublikasikan data secara resmi.

Kita lihat bersama kesembrautan dan keributan pembagian bansos terjadi karena data kemsikinan yang dilaporkan tidak mencerminkan situasi terkini. Bagaimana bisa seorang kepala daerah atau yang lebih kecil cakupannya berani menggunakan data yang dirilis tahun 2017 atau 2018 untuk menyalurkan Bansos 2020 yang notabene orang jatuh miskin di awal Februari 2020 akibat melandanya virus Corona. 

Jika kondisi data kemiskinan tidak segera diperbaharui, pemerintah akan kehilangan jejak kemiskinan yang akan terus berubah. Bahkan, jumlah pasien positif Corona belum menunjukkan tanda-tanda akan menurun atau landai, hal ini akan menyebabkan kebijakan PSBB atau karantinan wilayah kembali ditetapkan sehingga konsekuensinya adalah kegiatan ekonomi akhirnya kembali bergejolak yang berimbas meningkatnya kembali angka kemiskinan.

Tidak hanya itu, pemerintah belum memiliki peta kemiskinan secara resmi yang dipublikasikan kepada masyarakat. Akibatnya jejak-jekak kemiskinan dan ketimpangan selalu hilang dan terhapus. BPS dan Pemerintah selalu berkelit dan mengatakan sangat kesulitan dalam mengukur kemiskinan jika jumlah sampel diperbanyak. Seharusnya dengan evaluasi secara berkala, keterlambatan publikasi data yang memang menjadi hak publik tidak lagi terjadi.

Ini bukan kali pertama BPS terlambat mengumumkan angka kemiskinan, tahun 2015 dengan ksatria mengumumkan keterlambatan publikasi angka kemiskinan. Kepala BPS Suryamin ketika itu menjelaskan bahwa terjadi perubahan sampel data masyarakat miskin, dari 75 ribu orang menjadi 300 ribu orang. BPS juga masuk sampai ke level kabupaten. Kota untuk memperbesar sampel. Sehingga diperlukan waktu lebih banyak untuk pengolahan datanya kemudian diumumkan. 

BPS membutuhkan waktu empat kali lebih lama dari biasanya saat itu. Lima tahun berlalu, di tahun 2020 BPS seharusnya telah melakukan evaluasi secara masif agar tidak terulang setiap tahun. Jika terdapat kendala di tahun 2015, seharusnya kendala tersebut telah diselesaikan ditahun 2016 dan seterusnya. Jika BPS terkendala anggaran dan jumlah SDM, platform diskusi akan selalu terbuka bersama lembaga negara lainnya seperti DPR dan Kementerian Keuangan. 

Mungkin dalam keadaan normal, tidak masalah jika angka kemiksinan sedikit terlambat dari biasanya, mungkin masyarakat sudah mulai memaklumi. Akan tetapi, jika BPS masih belum memberikan keterangan apapun terkait data kemiskinan, maka perlu dipertanyakan kredibilitas BPS dalam situasi pandemi. Tahun 2019, BPS juga memberikan rentang waktu pengumuman antara angka kemiskinan Maret 2019 dan September 2019 yang seharusnya pengumuman kedua dilakukan di bulan Juni. Akankah keterlambatan terulang di tahun 2020?

Bahkan dalam dua publikasi BPS yang khusus membahas dampak Covid-19, tidak ada satu kata pun yang membahas tentang kemiskinan. Publikasi yang berjudul "Tinjauan Big Data Terhadap Dampak Covid-19" dan "Hasil Survei Sosial Demografi Dampak Covid-19" belum sepeuhnya menjelaskan dampak Covid-19 terhadap kemiskinan. Setidaknya BPS sudah menjelaskan dampak sosial seperti dampak Covid-19 terhadap pendapatan dan kelompok pendapatan yang paling terdampak. Namun, yang perlu diperhatikan adalah survei tersebut merupaka keterwakilan semua masyarakat yang terdampak Covid-19.

Data kemiskinan dan peta kemiskinan adalah dua hal yang sangat berbeda, namun tak bisa dipisahkan dan akan selalu mutlak dibutuhkan untuk pengentasan kemiksinan, baik disaat normal maupun disaat yang disebut "new normal". Data kemiskinan merupakan bahan dasar penyusunan peta kemiskinan. Jika data kemiskinan belum dipublikasikan, bagaimana bisa pemerintah peta kemiskinan dapat melacak keberadaan mereka yang terdampak Covid-19?

Bulan Juni masih belum purnama, masih tersisa 18 hari lagi untuk menunggu data kemiskinan yang dapat digunakan untuk mengurangi dampak Covid-19 bagi masyarakat kelas menangah ke bawah. BPS kami menunggu, walau hanya sepatah dua patah kalimat...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun