Pandemi memang memberikan efek yangsangat buruk bagi dunia, khususnya di Amerika Serikat. Awal bulai Mei, ketika pengunjuk rasa yang bersenjata menyerang gedung negara Michigan menuntut agar Gubernur Gretchen Whitmer mengangkat langkah-langkah mitigasi virus Corona.
Saat itu, Trump justru mendukung tindakan pendemo dan mengkritik Gubernur Michigan karena gagal dalam merespon kekecewaan masyarakat.
Perseteruan Twitter dan Trump menunjukkan bahwa belum adanya standar kebenaran dalam menyelamatkan jiwa manusia yang sedang terancam di seluruh dunia. Masing-masing pihak terlalu egoistis dan bertindak seolah-olah penentu tunggal kebenaran sebuah pernyataan.
Lebih penting dari itu adalah bekerja sama untuk memulihkan situasi dan mencoba mendengarkan keluh kesah masyarakat yang menjadi korban terparah di tengah situasi pandemi yang semakin mengkhawatirkan.
Di kesempatan lain CEO Twitter Jack Dorsey akan terus berjuang menunjukkan informasi yang salah. Ia menambahkan, tanpa ada maksud sebagai wasit kebenaran mutlak, Twitter akan terus menghubungkan titik-titik pernyataan yang bertentangan dan menujukkan informasi dalam perselisihan sehingga orang dapat menilai sendiri.
Tanggal 29 Mei, Trump kembali menyindir Twitter yang tak berbuat apa-apa tentang kebohongan dan propaganda yang ditengarai oleh China. Menurutnya yang menjadi target Twitter hanya Republicans, Conservatives dan Presiden Amerika Serikat. Sangat terlihat perang pernyataan antara Trump dan Twitter membela posisi masing-masing.
Setelah lama diam, mantan Presiden AS menanggapi polemik Trump dan Twitter terkai kematian Floyd. Ia mengatakan wajar jika semua orang berharap dapat kembali hidup normal ketika pandemi dan krisis ekonomi melanda dan membuat kehidupan kita semua hancur. Tetapi, jutaan orang orang Amerika diperlakukan secara berbeda dan sangat menyakitkan. Mulai dari kasus peradilan pidana di pengadilan atau hanya masalah-masalah sepele lainnya.
Trump dan Twitter seharusnya menjadi perantara ketenangan dan kebaikan di saat semua masyarakat kebingungan menghadapi pandemi. Trump menjadi contoh bagi setiap pemimpin bahwa satu kalimat yang dipublikasi tanpa pertimbangan kemanusiaan yang matang dapat berakibat fatal bagi kehidupan rakyat. Hendaknya jangan asal melontarkan pernyataan-pernyataan yang menyesatkan yang dapat digunakan untuk merugikan dan mengucilkan golongan tertentu.
Media sosial juga seharusnya digunakan sepenuhnya untuk menegakkan prinsip-prinsip kemanusiaan serta menegakkan keadilan yang seadil-adilnya bagi kehidupan setelah pandemi yang lebih baik. Semoga Indonesia dapat mengambil pelajaran.