Mohon tunggu...
Irvan Kurniawan
Irvan Kurniawan Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk perubahan

Pemabuk Kata

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jika Saya Jadi Presiden

6 November 2015   13:04 Diperbarui: 6 November 2015   13:59 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sayangnya kita sudah terhanyut dan tenggelam dalam ekonomi kapitalis-liberal pasca jatuhnya rezim Soekarno hingga pasca reformasi. Cengkaraman Kapitalisme global telah merengsek masuk tidak saja ke dalam sistem ekonomi  namun menjalar bahkan mengakar pada lini kehidupan lain seperti politik liberal, budaya liberal, pendidikan liberal dan sosial liberal.

Siapun pemimpin yang lahir dalam labirin kapitalisme seperti tidak akan mampu mengeluarkan bangsa ini dari cengkraman kemiskinan, ketidakadilan dan dehumanisasi yang makin akut.

Jokowi, salah satu pemimpin yang diharapkan mampu membangun kembali mimpi-mimpi kebangsaan seperti yang tertuang dalam konstitusi kita juga pada akhirnya tunduk pada hegemoni kapitalisme global. Lihat saja paket kebijakan 1-4 dalam mengatasi goncangan ekonomi akhir-akhir ini. Hampir semua paket kebijakan tersebut seperti akses investasi asing yg makin longgar dijalankan untuk kepentingan pemodal.

Jika kita masih punya optimisme untuk tetap menjalankan trisakti Bung Karno yang sering disebut sebagai jalan 'pembebasan', apa dan bagaimana yang harus dilakukan?

Mau tidak mau jika memang tri sakti adalah jembatan emas menuju kesejahteraan, maka pemimpin yang diharapkan bukan saja pemimpin yang 'berwajah rakyat' tetapi juga pemimpin yang punya keberanian untuk melawan arus ekonomi global yang selalu menghempaskan kita pada jurang kekalahan. Hanya dengan itu kita mampu mandiri secara ekonomi, berkepribadian secara budaya dan berdaulat secara politik.

Namun pada saat kita mulai menebarkan semangat perlawanan terhadap kapitalisme global, pada saat yang sama tunas-tunas kapitalisme baru muncul dalam negeri kita sendiri. Seperti kapitalis global yang brutal dan kanibal, kapitalis anak negri justru lebih ganas mencengkram bangsanya sendiri, saudaranya sendiri.

Jika saya jadi presiden dalam situasi seperti ini, saya ataupun Anda juga akan terjebak dalam pusaran kontradiksi yang sama seperti dialami Jokowi.
Namun sedikit berbeda dengan Jokowi saya tetap pada pendirian untuk melawan sistem kapitalisme global yang akan menelantarkan bangsa ini hingga habis sisa sumber daya kita. Saya tidak mau 'yang tersisa' itu semuanya habis dilahap kaum serakah yang berwatak kanibal.

Kita dihadapkan pada dua dilematika besar, melawan dengan risiko 'diasingkan' oleh dunia internasional dan kita merangkak sendiri untuk membangun kemandirian bangsa atau tidak melawan dengan risiko kita akan hidup sengsara di tanah kita sendiri. Kita menjadi asing di tanah tempat kita hidup, lahir dan mati, di tanah tempat darah dan air mata pahlawan telah menjadi surga untuk investor asing.

Karena itu jika saya jadi presiden, yang pertama saya lakukan adalah membuat referendum nasional terkait dua pilihan di atas. Dalam referendum ini seluruh masyarakat memilih dua opsi: Berani melawan dan kita akan mengalami goncangan ekonomi yang hebat untuk sementara atau tidak melawan untuk kemudian kita terus menjadi budak di tanah kita sendiri. Referendum ini sangat penting dalam menjaga turbelensi ekonomi, sosial maupun intervensi politik dunia terhadap Indonesia. Hal ini berangkat dari kenyataan bahwa situasi kemelaratan kadang dipakai oleh lawan politik nasional maupun dunia untuk kembali menjatuhkan pemimpin visioner dan nasionalis seperti saya.

Andai saja dalam referendum itu mayoritas rakyat setuju melawan maka, dalam waktu singkat seluruh izin perusahan asing di Indonesia saya cabut lalu direvisi kembali soal pembagian keuntungan, distribusi tenaga kerja, pengupahan, jaminan sosial, tanggungjawan sosial perusahaan, dll. Semua isi revisi perjanjian bilateral maupun multilateral juga dikaji, termasuk keanggotaan Indonesia dalam organisasi ekonomi global.

Selanjutnya untuk tidak memperpanjang kata, pembenahan budaya (misalnya rekayasa budaya), pembenahan pendidikan, sosial, sistem politik, sistem pemerintahan, dll dijalankan secara bertahap dan di bawah kontrol yang ketat oleh aparat negara atas dukungan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun