Mohon tunggu...
Irvan Kurniawan
Irvan Kurniawan Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk perubahan

Pemabuk Kata

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mimpi Giring dalam Pelangi yang Diselimuti Kabut Politik

7 September 2020   11:38 Diperbarui: 8 September 2020   13:32 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Giring Ganesha, bakal calon presiden RI 2024 (Foto: Twitter @psi_id)

Wacana pencalonan Giring Ganesha sebagai calon presiden RI tahun 2024, menarik disimak. Secara branding sosok yang satu ini, hangat dikenal sebagai musisi grup band Nidji. 

Nama Nidji itu sendiri dipilih bukan tanpa alasan. Nidji berasal dari bahasa Jepang, Niji, yang berarti pelangi. Nama itu disepakati karena merefleksikan warna musik grup band asal Jakarta ini yang dikenal unik dan beragam, baik dari sisi instrumen, tema lagu maupun kekuatan liriknya yang multi-interpretasi.

Lagu Laskar Pelangi merupakan salah satu karya yang masih kuat membekas dalam benak penikmat musik Indonesia. Soundtrack film Laskar Pelangi tersebut berhasil menggaet daya pikat masyarakat lewat liriknya yang menginspirasi serta memotivasi anak-anak Indonesia untuk berani meraih mimpi. 

"Mimpi adalah kunci. Untuk kita menaklukkan dunia. Berlarilah tanpa lelah. Sampai engkau meraihnya." 

Hemat saya, tak salah jika Giring sendiri terinspirasi untuk menulis mimpinya menjadi presiden. Ia bahkan berani bermimpi apa yang sulit dipikirkan banyak orang. 

Apalagi jika melihat rekam jejak politik tanah air, belum ada presiden yang berlatar belakang musisi. Bahkan musisi kondang seperti raja dangdut, Rhoma Irama dan ikon Pop-Rock Indonesia, Ahmad Dhani  harus terhempas di tahap pencalonan. 

Giring dan PSI pasti menyadari peliknya politik negeri. Modal popularitas saja tidak cukup untuk bisa terpilih. Mimpi yang sudah ditulis Giring harus berbenturan dengan realitas praktis. 

Giring tidak bisa hidup dalam mimpi, melainkan bermimpi dalam hidup. Ia lahir dan hidup di tengah karut-marutnya politik tanah air yang lebih mementingkan bagi-bagi kekuasaan di lingkaran oligarki, politik dinasti, pola patron-klien, dan tentu kekuatan modal sosial dan finansial yang menjadi penopang utama.

Selain itu, PSI sendiri adalah partai yang baru seumur jagung dan gagal mencapai ambang batas parlemen pemilu 2019. Artinya, jika Giring ingin maju dari PSI, setidaknya ia punya modal dasar suara dari partai pengusungnya sebelum bergenit mengumumkan pencapresan dan mencari kawan koalisi.

Meski demikian, rencana pencalonan Giring, tidak boleh dipandang sebelah mata. Ia menyatakan maju dengan membawa satu misi. 

Misinya yakni ingin membangun ekonomi yang tidak mengandalkan sumber daya alam, tetapi ekonomi produktif dan kreatif yang memberi nilai tambah. 

Jika dibaca lebih jauh, misi Giring dan PSI tidak hanya ingin mengisi ruang politik 2024 dengan anak-anak muda, tetapi juga mengorek kenyamanan segelintir elit yang selama ini membangun Indonesia dengan mengeruk kekayaan alamnya. 

Dilansir dari Kompas.com, laporan World Bank pada 2015 mengungkapkan, sejak tahun 2000, ketimpangan ekonomi di Indonesia meningkat pesat. Pertumbuhan ekonomi yang ada lebih dinikmati oleh 20 persen penduduk terkaya daripada masyarakat umum lainnya. 

Sementara, hasil penelitian dari Megawati Institute pada tahun 2018 mencatat, kekayaan Indonesia terkonsentrasi pada segelintir penduduk, bahkan sejumlah kajian juga menunjukkan bahwa 1% rumah tangga terkaya di Indonesia menguasai 45,4% dari total kekayaan negara.

Hasil penelitian ini tentu paradoks dengan kekayaan alam Indonesia yang sangat besar. Artinya, potensi sumber daya alam tersebut hanya dikuasai segelintir orang. 

Tak hanya memicu kesenjangan ekonomi, pada saat yang bersamaan, eksploitasi kekayaan alam Indonesia membawa kehancuran lingkungan seperti deforestasi, pencemaran air dan udara, pencaplokan hak-hak masyarakat adat, serta tragedi kemanusiaan akibat konflik vertikal dan horisontal. Jika tidak segera dibatasi, maka keserakahan elit untuk mengeruk sumber daya alam akan  membawa kehancuran generasi. 

Giring dan PSI membaca masalah-masalah tersebut sebagai isu strategis yang perlu diusung dalam pemilu 2024 yang akan datang. Bisa jadi di sinilah pertautan mimpi giring- PSI dan rencana pencalonannya menjadi presiden. 

PSI dan Giring sadar bahwa menjadi calon apalagi presiden memang sulit di tengah pelangi keindonesiaan kita yang diselimuti kabut pekat pragmatisme politik. 

Meski demikian, PSI yang sedari awal mendeklarasikan dirinya sebagai partai anak muda, tidak pupus bermimpi. Kematian mimpi bagi PSI adalah kehilangan roh partai yang berspirit muda, visioner dan progresif. Pada saat yang sama, berhenti bermimpi juga sama artinya dengan menghanguskan fungsi pemuda sebagai agent of change.

Sejarah mencatat bahwa dinamika sejarah Indonesia, sejak pra kemerdekaan, tahun 1945, 1965, 1998 hingga era pascareformasi tidak terlepas dari mimpi para pemuda untuk mencapai Indonesia yang ideal. Ya, semuanya berawal dari mimpi. Mimpi itu kemudian dikomunikasikan sehingga mencapai kesamaan makna, lalu dikampanyekan, diorganisir dan terjadilah perubahan.

Giring dan PSI lebih jauh hadir untuk terus menghidupkan mimpi-mimpi itu. Mimpi akan Indonesia yang adil dan makmur seturut cita-cita founding fathers. Meski pencalonan Giring ibarat menapaki jalan terjal, namun kaum muda Indonesia tidak boleh membunuh mimpinya dalam hidup. Mimpi untuk menghalau kabut politik agar pelangi keindonesiaan kita kembali cerah dan melahirkan harmoni negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun