Mohon tunggu...
Irvan Kurniawan
Irvan Kurniawan Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk perubahan

Pemabuk Kata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hoaks dan Ilusi Persepsi: Refleksi Merujuk Analogi Gua Plato

4 Maret 2019   20:29 Diperbarui: 4 Maret 2019   20:44 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung Plato (Foto:independent.co.uk)

Di negeri ini, banyak orang naif yang tertipu oleh realitas bayangan itu. Itulah sebabnya, Pius ingin mencerahkan sekaligus membebaskan mereka dari penjara ilusi sehingga mampu melihat terang yang sebenarnya. Terang itu adalah Sol Invictus, Matahari Yang Tak Terkalahkan oleh bayang-bayang ilusif. Dan terang itu adalah Kebenaran.

Gua Politik

Politik kerap disebut sebagai perang perebutan kekuasaan. Dan kekuasaan itu adalah sumber dari semua kenikmatan duniawi. Dengan berkuasa, seseorang bisa mengendalikan semua sumber daya publik. Mulai dari urusan celana dalam sampai dasi, dari dapur, tempat tidur sampai ruang tamu. Singkat kata, kekuasaan bisa mengontrol dan mengendalikan setiap lini kehidupan.

Karena begitu memikat, kekuasaan seperti magnet yang bisa menarik siapa saja. Maka tak heran jika pertarungan merebut kekuasaan itu sering menghalalkan segala cara termasuk cara-cara yang tak beradab seperti hoaks, ujaran kebencian dan instrumentasi suku, ras, golongan dan agama. Kenyataan ini yang sering dihadapi kurang lebih satu bulan menuju Pilpres dan Pileg 2019.

Saya membayangkan masa satu bulan menjelang pemilihan ini seperti hidup di dalam gua politik dimana ilusi dan kebenaran terus dipompa demi merebut persepsi publik. Bahkan pada level tertentu kebenaran dan kebohongan berlebur dalam satu bungkusan kampanye, sukar dibedakan.

Perang Persepsi

Penggunaan terminologi 'perang' dalam dinamika politik tahun ini ramai diperbicangkan. Ada perang total yang diungkapkan kubu Jokowi melalui Moeldoko versus perang badar yang disampaikan kubu Prabowo melalui puisi Neno Warisman.

Entah apa yang terbersit di dalam benak mereka, yang jelas termin ini menggambarkan dinamika politik yang semakin mendidih menjelang hari pemilihan. Hawa politik yang makin panas itu bisa menjadi latar termin perang itu digunakan.

Namun perang yang dimaksud tentu bukan perang fisik yang menggunakan persenjataan. 

Perang yang sesungguhnya terpantul sejak masa kampanye adalah perang merebut persepsi publik. Siapa yang berhasil menguasai persepsi, dialah yang keluar sebagai pemenang.

Itulah alasan, mengapa hari-hari belakangan ini masyarakat sering mendapat 'goncangan informasi' akibat membanjirnya isu politik yang berseliweran di ruang publik terutama media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun