Mohon tunggu...
Irvan Betrando Banjarnahor
Irvan Betrando Banjarnahor Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Merupakan pribadi yang tertarik dalam bidang bisnis, keuangan, investasi, dan ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Masa Depan Keuangan Mahasiswa Gen-Z

25 November 2024   07:00 Diperbarui: 25 November 2024   08:16 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Apakah kuliah itu mahal? Apakah kuliah mampu mengembalikan pengeluaran pendidikan? Pertanyaan ini masih menjadi misteri bagi masyarakat Indonesia yang saat ini dilema akan mahal nya biaya pendidikan dan biaya hidup. Isu ini tidak menjadi hambatan apabila berada pada masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi atau masyarakat yang memperoleh bantuan finansial dari pemerintah. Lantas bagaimana nasib dari masyarakat menengah ketika akan melanjutkan pendidikan tinggi?

Memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tinggi merupakan keputusan yang besar dan sulit. Hal ini menyangkut pengorbanan finansial, kesiapan mental, dan konsistensi disiplin akademik. Satu hal yang sering dianggap sebagai beban berat dalam perkuliahan adalah finansial yang tentunya sangat besar. Ini tidak hanya menyangkut biaya pendidikan namun juga biaya yang dikeluarkan untuk kehidupan sehari-sehari. Di era sekarang ini, jenjang perkuliahan diduduki oleh Generasi Z atau kerap disebut sebagai Gen-Z. Generasi ini hadir di tengah kemajuan teknologi dan kecerdasan buatan. Tidak heran jika situasi emosional dari generasi ini cenderung ingin mendapatkan hasil yang cepat dalam suatu pekerjaan.

Keberadaan teknologi yang kian pesat juga membutuhkan pengeluaran dana yang tinggi termasuk dalam ranah pendidikan. Mahasiswa yang kini membutuhkan ranah teknologi sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas diri mau tidak mau harus mengorbankan dana finansial yang tidak bisa dibilang kecil. Ini menjadi polemik tersendiri bagi mahasiswa untuk harus mengatur keuangan sebaik mungkin. Mahasiswa harus mampu memilah antara pengeluaran utama dan pengeluaran sampingan. Mahasiswa juga harus mampu memilah pengeluaran sekarang dan masa yang akan datang.

Sebagian besar dari jumlah mahasiswa Gen-Z yang sedang menempuh pendidikan masih dibiayai oleh orang tua atau pun wali. Tidak sedikit juga mahasiswa harus mengambil kerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bahkan hal yang paling memilukan adalah keputusan untuk berhenti melanjutkan perkuliahan karena keterbatasan dana finansial. Lantas bagaimana menyelamatkan keuangan mahasiswa Gen-Z di era modern ini?

 

 Penting vs Tidak Penting 

Memilih hal yang urgent dan penting haruslah dilakukan dibandingkan memilih suatu hal yang sebenarnya tidak terlalu penting. Mahasiswa harus tahu di mana batas penting atau tidaknya kebutuhan yang dimiliki supaya tidak melebur menjadi satu pembiayaan. Pada hal ini, mahasiswa dapat membuat to-do-list kebutuhan menggunakan sistem skala prioritas. Selain itu, keberadaan dompet digital dapat membantu untuk mengatur keuangan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi hal di mana pengeluaran lebih besar dibandingkan dengan pemasukan. Kuantitas yang harus dikeluarkan untuk pengeluaran sampingan seperti nongkrong di cafe ataupun kualitas barang bermerek harus di bawah angka yang diperlukan untuk kebutuhan primer dan sekunder. Bukan berarti hal tersebut tidak boleh dilakukan namun tetap harus sesuai batasan pengeluaran.

Memilah penting atau tidaknya kebutuhan merupakan salah satu alat bagi mahasiswa untuk mengatur rencana keuangan di masa yang akan datang. Ini menjadi reminder yang memberikan informasi dalam kategori mana tingkat pengeluaran tertinggi. Selain itu, kemampuan untuk mengatur anggaran pribadi merupakan kebiasaan yang sangat baik bagi mahasiswa sebagai bekal kemampuan diri untuk dunia pekerjaan dalam lingkup mikro dan makro.

Apakah ikut-ikutan orang biar keren? Atau tetap kekeh pada fashion diri sendiri?

            Fenomena ikut-ikut pada orang lain supaya tidak ketinggalan disebut sebagai istilah fomo. Fomo yang menjadi bahasa unik pada mahasiswa Gen-Z sebenarnya bukan tindakan yang salah. Ini mengidentifikasi bahwa individu yang ikut-ikutan menjadi pribadi yang tidak tertinggal pada kemajuan zaman. Seyogyanya setiap insan pada mahasiswa harus mampu mengikuti perkembangan zaman yang kian lama kian maju. Namun, fomo pada orang lain harus memiliki batasan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Tingkat pendapatan setiap mahasiswa pasti berbeda-beda mulai dari jenjang bawah, menengah, hingga jenjang atas.

            Tidak sedikit mahasiswa nekat meminjam uang secara online atau yang sering dikatakan sebagai pinjol hanya untuk ikut gaya hidup lingkungan pergaulan demi pengakuan. Ini menjadi masalah besar apabila mahasiswa tidak mampu membayar tagihan uang pinjaman yang tentunya tidak kecil. Hal ini diperkuat dengan data dari Otoritas Jasa Keuangan pada bulan April yang lalu bahwa pertumbuhan rekening pinjol yang berusia 19-34 tahun mengalami tren kenaikan. Dari sebelumnya hanya 7,7 juta rekening per Februari 2024 menjadi 8 juta rekening pada April 2024. Ini artinya bahwa Gen-Z mendominasi jumlah total outstanding pinjaman online perseorangan yakni sebesar Rp 28,86 triliun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun