Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Undangan dari Gubernur DKI Jakarta sebagai Keluarga Pahlawan

18 Agustus 2022   11:13 Diperbarui: 24 Agustus 2022   16:23 1737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pimpinan TNI, Juni 1947. Barisan depan dari kiri ke kanan: Letjen Oerip Soemohardjo, Jenderal Soedirman, Laksamana Muda Nazir, dan Jenderal Mayor Djoko Eujono. Barisan belakang dari kiri ke kanan: Komodor Suryadharma, Jenderal Mayor Sutomo, dan Jenderal Mayor Ir. Sakirman. (Ipphos via KOMPAS.com)

Urip Sumoharjo adalah Kepala Staf pertama untuk Tentara Keamanan Rakyat, kemudian hari menjadi Tentara Nasional Indonesia, yang didirikan pada 5 Oktober 1945, dengan Jenderal Sudirman terpilih sebagai Panglima Angkatan Perang pada November 1945.

Oh ya, Urip juga mendirikan Akademi Militer di Yogyakarta.

Dari yang saya baca, Jenderal Urip adalah sosok yang keras kepala. Ia menentang pemerintah Indonesia ketika itu yang menempuh jalan diplomasi ketimbang angkat senjata. Urip Sumoharjo bukan orang yang gemar berdiskusi, ia lebih suka perang melawan Belanda.

Perjanjian Renville, yang disahkan pada 17 Januari 1948, adalah puncak kekecewaaan Urip. Perjanjian itu hanya dianggapnya sebagai cara Belanda untuk mengulur-ulur waktu sembari menyusun pasukan. Sementara, Urip lebih suka serang saja ketika Belanda sedang menyusun pasukan.

Urip menganggap pemerintah Indonesia ketika itu tidak percaya pada kekuatan tentara Indonesia. Untuk itu, Urip mengajukan pengunduran diri sebagai tentara.

Pada 17 November 1948, di Yogyakarta, Urip mengalami serangan jantung dan wafat dan dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Semaki di Yogyakarta dan pangkatnya dijadikan jenderal penuh secara anumerta.

Sungguh, semua yang saya tulis di atas adalah hasil membaca saja. Saya jelas tak pernah bertemu dengan beliau. Bahkan saat Eyang Pakde Urip wafat pada 1948, bapak saya belum berusia 10 tahun. Baru 20 tahun kemudian, dari 1948, bapak menikahi mama saya.

Oh, saya pernah berkunjung ke Monumen Urip Sumoharjo di Purworejo sana, berbelas tahun lalu.

Di depan gedung monumen ada patung dengan pose khas Jenderal Urip menunggang kuda. Saya pernah diberi tahu bahwa kuda yang dipakai sebagai model patung itu langsung mati setelah patungnya jadi. Creepy! 

Patung Urip dengan kudanya di depan monumen di Purworejo. (Berbagifun Blogspot)
Patung Urip dengan kudanya di depan monumen di Purworejo. (Berbagifun Blogspot)

Sayangnya, Jenderal Urip dan istrinya, Rohmah, tidak memiliki keturunan. Andai saja kebalikannya, maka undangan temu kangen tadi akan diberikan kepada keturunan Urip Sumoharjo, asalkan mereka tinggal di Jakarta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun