Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Cantik-cantiknya KRL Masa Kini

25 Januari 2022   07:38 Diperbarui: 4 Februari 2022   04:00 1536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Sejumlah rangkaian kereta rel listrik terpakir di Dipo Depok, Jawa Barat, Senin (23/3/2020) | Sumber: ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha

Jadilah, kereta diesel itu kereta favorit. Sudah begitu, warnanya hijau pula, warna kesukaan saya.

Setiap pagi, pukul 05.30, saya sudah standby di Gambir. Saya tidak mau telat. Lima belas menit jelang pukul 06.00, kereta diesel sudah tiba di salah satu jalur, bersiap untuk berangkat. Saya dan penumpang lain, yang rata-rata mahasiswa, langsung naik begitu kereta datang.

Setiap pagi, kereta itu masih bersih, karena baru beroperasi pertama kali hari itu. Kereta itu berangkat dari Stasiun Kota. Namanya diesel, maka kereta itu tak sengebut KRL. Jalannya tenang, sehingga saya bisa belajar sebelum kuliah.

Namun, beda cerita ketika kami pulang. Kereta diesel punya jadwal kembali ke Jakarta yang lebih sering tak seiring dengan jadwal saya kelar kuliah. So, ketika pulang dari kampus, saya menggunakan KRL yang digilai oleh sejuta umat itu.

Kereta rel listrik saat ini yang jauh lebih bagus dibanding pada era 1980an. (Sumber: KAORI Nusantara)
Kereta rel listrik saat ini yang jauh lebih bagus dibanding pada era 1980an. (Sumber: KAORI Nusantara)

Pada saat itu, hingga saya lulus, KRL sangat kontras dengan KRL masa kini. Tak ada jendela yang tertutup. Kalau ditutup, bakal kepanasan penumpangnya. Maklumlah, tanpa AC. Pintu-pintu kebanyakan terbuka lebar, padahal seharusnya pintu itu menutup secara otomatis setelah beberapa menit terbuka.

Saya pernah melihat ada orang yang menahan pintu KRL untuk menutup. Alhasil, pintu menjadi rusak, tak bisa menutup lagi. Kadang hanya satu sisi yang tertutup, sisi lainnya tetap terbuka. Kadang terbuka total, sehingga ketika hujan, air akan masuk ke gerbong dan basah kuyup.

Belum lagi penjaja. Wah, kadang penumpang reguler harus berebut tempat dengan para penjual. Pernah suatu ketika ada penjual mangga berjalan dari gerbong ke gerbong. 

Dia memanggul dua keranjang besar penuh berisi mangga. Bisa dibayangkan area yang tertutup oleh bapak penjual mangga dan keranjang-keranjangnya.

Belum lagi penjual lainnya. Banyak sekali penjual. Bahkan, saya sampai punya langganan penjual koran. Setiap kali bertemu, saya akan membeli satu eksemplar. Karena di rumah sudah berlangganan koran Kompas, maka saya selalu membeli koran terbitan lain.

Lalu, satu lagi. Mungkin ini tak ada lagi di KRL masa kini yang sudah dilengkapi dengan AC. Pada masa lalu, ada bau khas yang tercium di dalam gerbong KRL. Sampai sekarang pun saya masih ingat baunya, bahkan ketika saya menulis artikel ini.

Saya tidak bisa mendeskripsikan bau itu. Mungkin gabungan dari berbagai keringat penumpang dan penjual dan komponen lain yang menumpang KRL. Herannya, bau itu juga tercium di kereta diesel tadi, bahkan yang gerbongnya masih bersih sekali pun.

Itu bau khas yang selalu ada. Ketika saya naik KRL pada 2019 tadi, sepertinya saya tidak mencium bau itu. Soalnya, bau itu sudah terekam di ingatan saya, terekam di indra penciuman saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun