Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Penghuni Apartemen Pelit Senyum?

25 Oktober 2021   19:13 Diperbarui: 25 Oktober 2021   19:18 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Well, saya sendiri juga tak tahu jawabannya. Saya juga tidak tahu apakah semua penghuni apartemen di Indonesia ini sudah lupa caranya tersenyum. Yang pasti, ketika saya sempat tinggal selama empat bulan di apartemen, pada awalnya tidak satu pun penghuninya yang mau membalas senyuman saya.

Saya dan mama harus menginap di hotel kelar rumah terendam banjir gila-gilaan pada 23 Februari 2020. Lantas, banjir besar melanda lagi dua hari kemudian. Kami berdua tetap di hotel, sementara adik-adik saya harus mempertahankan rumah agar tetap aman.

Setelah itu, karena kondisi rumah porak-poranda, diputuskan untuk mama, dan saya juga sebagai pengurusnya, untuk menyewa apartemen saja. Saya cari agen apartemen di dekat rumah, letaknya di Jalan Pramukasari, kawasan Pramuka, Jakarta Pusat.

Saya mendapatkan satu agen yang mewakili apartemen dengan kriteria yang kami cari: dua kamar tidur dan posisi lantai di bawah lantai 10. Akhirnya, kami pun menempati apartemen itu beberapa hari kemudian.

Mulailah kehidupan apartemen kami dimulai. Lumayan cepat juga saya beradaptasi, mengingat sejak lahir saya selalu tinggal di rumah yang menjejak tanah.

Tiap pagi, saya harus mencari makan, tinggal pesan saja melalui layanan antar via aplikasi ojek online. Saya selalu membeli makanan dalam jumlah yang cukup untuk setidaknya dua kali waktu makan: Siang dan malam. Plus sejumlah camilan.

Sebenarnya mengasyikkan tinggal di kawasan apartemen itu. Banyak minimarket, di salah satu tower juga ada mall, laundry tinggal angkut saja baju-baju kotor dan sudah tercuci bersih dua hari kemudian. Banyak juga bank dan ATM, warung juga bejibun.

Hanya saja, ada satu hal yang tidak saya suka. Tidak satu pun penghuni apartemen yang saya temui mau membalas senyum yang saya arahkan ke mereka. Entahlah, mungkinkah mereka menganggap saya jelek sekali, buat apalah membalas senyuman. Atau karena mereka sudah lupa cara tersenyum? Atau karena "merasa" tinggal di apartemen, jadi harus memenuhi "aturan" untuk acuh pada penghuni lainnya?

Atau, apakah hunian vertikal yang bernama apartemen ini memang dirancang agar penghuninya tidak saling bertemu? Tapi, meski sulit untuk bertemu secara rutin, haruskah pelit senyum ketika bertemu?

Sampai-sampai saya punya target untuk bisa membuat para penghuni itu mau tersenyum dengan otomatis. Caranya adalah dengan memberikan senyuman non-stop kepada mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun