Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketua RT dan Surat Kematian

14 Oktober 2021   22:26 Diperbarui: 15 Oktober 2021   01:15 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kursi Ketua RT akan diisi oleh orang yang sama selama beberapa periode. (Sumber: Pexels/Pixabay)

Di lingkungan kami, jika tiba saatnya untuk memilih ketua RT, maka kami akan menyerahkan saja kepada Pak RT petahana. Kebetulan Pak RT yang menjabat saat ini orangnya lumayan masih muda, setidaknya masih lebih muda dibanding saya, dan orangnya pun telaten. Dulu, bapak Pak RT petahana juga Ketua RT kami. Jadi menurun deh itu jabatan.

Almarhum bapak saya juga pernah menjadi Ketua RT. Ketika itu, bapak sudah pensiun, jadi punya banyak waktu luang. Bapak menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh. Bapak juga tidak pernah mengambil uang tunjangan Ketua RT. Selalu dimasukkan ke kas RT atau untuk honor orang-orang yang dimintanya menjadi anggota organisasi ke-RT-an.

Hanya ada satu hal yang membuat bapak menjadi gundah gulana selama ia menjadi ketua RT, yaitu ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya jika ada warganya yang meninggal dunia. Sebab, dari semua berkas yang dilungsurkan ke bapak dari Ketua RT sebelumnya, tidak ada yang namanya blangko surat kematian. Prosedur untuk membuat surat itu juga tidak ada.

Saya heran juga, apa iya selama ini di RT kami belum pernah ada yang meninggal? Lingkungan RT kami memang tidak besar. Kurang lebih hanya 20 rumah. Jadi, bisa dikatakan kami akan ingat jika memang ada yang meninggal dunia.

Ternyata, bapak sebenarnya tidak perlu khawatir. Sebab, justru beliau yang meninggal dunia paling dulu di antara anggota RT lainnya. Jadi, justru bapak yang dibuatkan surat kematian, entah oleh siapa. Tiba-tiba saya menerima surat kematian dari kelurahan.

Mungkin yang membuatkan surat itu adalah Ketua RT saat ini. Saat itu, ia belum menjadi Ketua RT tentunya. Mungkin memang sudah bakatnya untuk menjadi Ketua RT.

Beberapa hari lalu, Pak RT mengirim pesan melalui grup WhatsApp RT. Isinya: "Sebentar lagi akan ada pemilihan Ketua RT yang baru. Silakan bapak-bapak dan ibu-ibu, jika ada yang berminat".

Sudah pasti, posting Pak RT itu tidak ada yang menanggapi. Saya juga tidak berminat mengikuti jejak almarhum bapak menjadi Ketua RT. Saya paling tidak bakat untuk mengurus sebuah organisasi.

Selain itu, menjadi Ketua RT juga harus super sabar, terutama dalam mengakomodir warganya yang cerewet-cerewet. Saya tahu itu, sebab saya sudah berpengalaman. Berpengalaman menjadi warga maksudnya, bukan Ketua RT.

Jadi, biarlah Ketua RT petahana yang kembali menjadi petahana untuk periode selanjutnya. Seingat saya, saat ini ia sudah menjabat selama 3 periode. Atau 2 periode? Entahlah, sekitar itu angkanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun