Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

LDR Jakarta-New York Plus Tragedi Menara Kembar

16 Juli 2021   20:41 Diperbarui: 18 Juli 2021   17:08 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kencan daring. (Sumber: Tumisu from Pixabay)

Jelek-jelek begini saya sempat punya hubungan dengan cowok New York. Ketika itu, kedengarannya sangat serius. Kami ngobrol melalui fasilitas chatting dari Yahoo. Belum ada aplikasi chatting online lainnya ketika itu, kalau tidak salah ingat.

Dimulai pada 2000, secara tak sengaja kami bertemu di salah satu chatroom. Sejak itu, kami pun bicara secara pribadi. Chatroom terlupakan. Long distance relationship paling berkesan yang pernah saya alami. Well, bisa dibilang hanya itu LDR yang saya alami.

Namanya Peter, seorang duda berputri satu. Usia Peter ketika itu 40-an, saya tidak tahu pasti. Saya masih muda ketika itu, baru saja memulai usia 30-an. Masih muda dibanding saya sekarang.

Obrolan kami selalu dimulai dengan kata-kata: “Hi, Dian. How’s the weather today?” Saya jawab: “Hi, Pete! Looking good today.”

Setelah itu, obrolan pun mblandang ke segala arah. Suatu hari, kami pernah bicara soal hal yang sensitif, yaitu, maaf, seks. Wah, seru sekali. Tak perlulah saya ungkapkan di sini. Pendeknya, dia bertanya soal kehidupan seks orang Amerika di mata saya.

Pertengahan 2000, saya mulai berpikir, haruskah saya pindah ke New York? Apa yang harus saya katakan kepada Bapak dan Mama? Apa iya saya bisa hidup di negara orang. Semua pertanyaan berkecamuk di kepala saya.

Oh iya, karena kami tinggal di dua negara dengan zona waktu yang berseberangan, maka saya hanya bisa ngobrol dengannya ketika saya berada di kantor. Saya belum punya telepon pintar seperti sekarang. Jadi obrolan hanya bisa dilakukan melalui PC. Kalau harus telepon, mahal!

Pagi di Jakarta, berarti malam di New York. Ketika itu, Peter pasti sudah di rumah. Obrolan paling hanya beberapa menit. Saya ‘kan harus kerja, bukan digaji buat ngobrol sama orang bule. Entahlah apa kata bos saya sekarang kalau tahu anak buahnya sering mengisi waktu dengan ngobrol internasional.

Saya pulang kantor sekitar pukul 10 malam, tergantung apakah sedang ada deadline atau tidak pada hari itu. Nah, di New York berarti pagi hari. Biasanya pukul 7 sore, atau sekitar pukul 7 pagi di NY, Peter akan menyapa saya. Pada saat itu, dia sedang mempersiapkan anaknya untuk berangkat ke sekolah sekaligus dia akan berangkat kerja.

Saya sudah hapal dengan kebiasaannya sehari-hari, sampai suatu hari ada tragedi besar yang menimpa New York dan Amerika Serikat, yang lantas berpengaruh ke seluruh dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun