Mohon tunggu...
Irsyal Rusad
Irsyal Rusad Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Internist, FK UGM

Internist. Tertarik dng bidang Healthy Aging, Healthy Live, Diabetes Mellitus Twitter; @irsyal_dokter

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

"Gemuk" Kok Bisa Cuci Darah?

7 Juni 2020   08:14 Diperbarui: 7 Juni 2020   08:13 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

"Saya diketahui menderita diabetes mellitus waktu Saya masih berusia 21 tahun dokter. Gula darah Saya sering di atas 450, bahkan pernah lebih dari 550. Ada empat kali Saya dirawat di ICU karena gula darah yang sangat tinggi ini dan Saya pernah juga tidak sadar," cerita pasien suatu pagi di ruang praktek saya

Lho, "kok bisa begitu,  masih muda sekali anda sudah menjadi penyandang diabetes mellitus?" tanya saya agak heran

"Ngak  tahu juga pastinya dokter, Ibu Saya memang menderita diabetes, tapi dari tiga orang kami bersaudara hanya Saya yang menderitanya,  dan menurut dokter yang pernah merawat Saya dulu, ini dapat disebabkan  kegemukan. Berat badan Saya waktu masih duduk di sekolah menengah atas dulu mencapai 105 Kg. Baru akhir-akhir ini berat badan Saya turun, yang menurut dokter berat badan Saya turun karena gula darah yang tinggi, tidak terkontrol," ungkap pasien

Dialog Saya di atas berlangsung dengan seorang pasien yang relatif masih muda, pria usia 36 tahun. Datang konsultasi bukan karena gulanya yang tinggi, tapi dengan keluhan lemas, mudah lelah, sering mual, tidak ada nafsu makan, otot-otot kaku dan pegel. Keluhan dirasakan semakin memberat dalam beberapa bulan terakhir. Pasien bahkan juga bercerita mengalami gangguan hubungan seksual dengan istrinya.

Secara  fisik Saya lihat pasien memang agak pucat, lesu, sesak dan  nampak kelelahan waktu berbicara menyampaikan keluhannya. Apalagi waktu berjalan masuk ke ruang periksa yang dibimbing istrinya.

Lalu, dari pemeriksaan fisik yang Saya lakukan, pasien anemis, atau kurang darah, kulit agak kering, jantung kesan membesar, paru-paru ada kelaianan bunyi paru yang khas yang menunjukkan adanya edema paru, dan ke dua tungkai juga ada sedikit edema.

Dari anamnesis, atau tanya jawab tentang  keluhan, dan perjalanan penyakit pasien sebelumnya serta pemeriksaan fisik pasien , Saya menduga pasien mengalami  gangguan fungsi ginjal atau penyakit ginjal kronis tahap gagal ginjal. Karena itu, curiga dengan keadaan ini, pemeriksaan laboratorium kemudian dilakukan, dan ternyata  memang benar, ureum, kreatinin, hemoglobin, pemeriksaan electrolit, urin lengkap, sudah menunjukkan ke arah diagnosis penyakit ginjal kronis stadium 5, atau gagal ginjal tahap akhir. Dan,  bahkan pada pemeriksaan foto thoraksnya sudah ada kardiomegali dan edema paru. Pemindaian USG juga meunjukkan penyakit ginjal kronis. Melihat hasil laboratorium ini kepada pasien Saya sampaikan  penyakit yang dialaminya, adalah gagal gagal ginjal tahap akhir. Dan  tindakan terbaik yang  dikerjakan adalah terapi pengganti, sementara adalah hemodialysis atau cuci darah.

"Ya, dokter, dokter yang merawat saya sebelumnya juga juga menganjurkan demikian tapi saya takut dan takut juga kalau harus cuci darah selamanya.

Barangkali karena persepsi yg salah terhadap:pengertian cuci darah, atau edukasi yang masih kurang, pasien sering menolak.

Untuk itu, kemudian   saya minta pasien untuk melihat proses hemodialisis yang sedang berlangsung di ruangan  yang tidak jauh dari kamar praktek saya. Singkat cerita, pasien akhirnya  setuju untuk dilakukan hemodialisis.

Nah, saya tidak akan bercerita proses hemodialisis yang akhinya dijalani pasien, tetapi mencoba membahas secara sederhana, apa sebabnya dalam usia yang  relatif masih muda, pasien qsudah  mengalami penyakit ginjal kronis stadium 5 atau tahap gagal ginjal yang harus menjalani terapi pengganti ginjal.

Seperti diketahui dalam anamensis sebelumnya pasien dengan riwayat obes, pernah 105 kg dengan tinggi badan sekitar 165, BMI 38,6 sudah termasuk obesitas kategori klas ll, bahkan mendekati morbid obes.

Obesitas adalah faktor risiko penting diabetes mellitus tipe-2, begitu untuk juga dengan hipertensi. Diabetes mellitus diketahui ketika pasien berusia 21 tahun setelah pasien masuk ruang ICU karena tidak sadar akibat gula  darah yang tinggi. Hipertensi menurut pengakuan pasien diketahui sekitar 4-5 tahun kemudian.

Dan, ketika saya tanya bagaimana riwayat pengendalian gula dan tekanan darahnya, pasien menjawab, "sering tinggi dokter."

Dengan kata lain, gula darah dan tekanan darah pasien tidak terkendali dengan baik.

Obesitas sebagai faktor risiko penyakit ginjal kronis menurut para ahli, dapat  akibat langsung dari obesitasnya sendiri atau  sebagai akibat risiko diabetes mellitus, hipertensi, aterosklerosis, dan penyakit lain terkait,  yang sering dialami oleh penyandang diabetes mellitus.

Pada pasien ini, seperti diceritakannya, dia mulai sangat gemuk saat menginjak usia remaja, dan pada usia 21 tahun diketahui menderita diabetes mellitus, dan  beberapa tahun kemudian hipertensi yang tidak terkontrol.

Lalu, seperti pertanyaan pasien, "mengapa saya harus cuci darah dokter? ......Apa sebabnya? ......Apa karena obat?"..... masih panjang ceritanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun