Mohon tunggu...
Irsan Husain
Irsan Husain Mohon Tunggu... -

Aktifis Serikat Pekerja Maritim Indonesia. Mendirikan LSM : Labour Education And Development Syndicate. Sekarang juga Sekejend Serikat Pekerja Angutan Pelabuhan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Toko Buku Usang di Depan Cafe

20 November 2009   01:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:16 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Aku agak terlambat bergerak dari Apartemen karena memang terlalu banyak yang harus aku jemur. Hari itu aku mendapatkan jatah untuk mencuci pakaian dari kawan-kawan sekamarku. Kebetulan begitulah aturan main yang kami buat dalam kebersamaan kami di rantau orang.

Bergegas berlarian berharap tidak ketinggalan kereta pukul 14 lewat 20 menit. Dengan terengah-engah akhirnya kereta ku dapatkan. Siang itu kereta ke arah City lengang seperti siang-siang sebelumnya. Tiga puluh menit perjalanan menuju Town Hall ku rasakan cukup bersahabat. Yang ku harap, aku tidak bertemu lagi dengan begundal kemarin yang memaksa minta tiket weekly ku. Ya, begitulah Sydney kota yang ku bayangkan makmur, masih menyimpan cerita seperti layaknya Jakarta yang kutinggalkan. Lamunanku tiba-tiba mendarat di Jakarta, satu persatu bayangan kawan-kawan mampir di sudut ingatanku. Baru dua bulan mereka aku tinggalkan tapi di saat musim dingin begini ku merasakan begitu lama.

Setiba di Town Hall aku menembus keramaian. Pusat kota seperti nggak ada matinya. Karena stasiun berada di bawah tanah, aku sedikit berlari kecil mengejar waktu. Abdul sudah menungguku di Victoria Park tepatnya di Cafe depan toko buku-buku usang. Sepanjang perjalanan tadi dia sudah mengirimkan enam SMS berharap cemas agar aku tidak telat sampai di meeting point kami.

Hari itu cukup dingin, karena Sydney agak gerimis. Hei, kemana Abdul? Aku tidak melihatnya? Pojokan cafe yang bisa aku dan kawan-kawan sekelas ku ngobrol disana di duduki oleh seorang kakek tua yang sedang baca Novel. Akut tidak melihat Abdul. Ku ambil Handphone di saku celanaku berniat menelfon Abdul. Oh, ada SMS yang belum terbaca. Ternyata tidak terdengar olehku. Sial, Abdul sudah berangkat duluan meninggalkan ku. Hari itu, aku berdua Abdul ingin melamar kerja di sebuah Car Wash. Tempat pencucian mobil, yang katanya sedang membutuhkan karyawan.

Tiba-tiba mood ku jadi hilang. Aku juga tidak bisa menyalahkan Abdul karena dia meningglkan aku. Aku pun tidak bisa menyalahkan mesin cuci yang begitu lambat kerjanya hingga membuatku terlambat menyamber kesempatan kerja ini. Ku putuskan untuk pulang saja. Paling nanti aku tunggu kabar berikutnya dari Abdul, begitu fikirku.

Hei, rugi donk kalau tidak mencicipi seruput kopi di saat dingin begini. Cafe itu memang bukan cafe mahal. Adanya Cuma dipinggir kaki lima sebuah toko. Meja dan kursi di pepet ke sudut toko aksesoris agar tidak mengganggu pejalan kaki. Bising karena lalu lalang bus. Sangat dekat dengan halte. Tahu nggak kenapa kawan-kawanku suka mojok di sana? Kata mereka banyak cewek yang lewat menunggu bus dan cakep-cakep. He.he.he.he dasar orang Indo. Kami biasa berlima. Abdul yang terdekat denganku. Dia anak Bogor yang terdampar di Sydney karena dia punya cita-cita untuk punya usaha sendiri kelak di Indonesia. Ke Sydney memang mau mencari modal

Aku memesan secangkir kopi dengan gula yang sedikit. Ku ambil posisi dimana tempat biasanya aku dan kawan-kawanku duduk. Dengan menganggukan kepala aku meminta izin duduk pada lelaki tua yang sudah dari tadi duduk disana. Dia sapu pandangannya kepadaku dengan sedikit senyum yang rada pelit. Ku balas juga seadanya.

Dua menit setelah aku order kopi panas hadir di meja ku. Aku tidak melihat di meja selain kopi yang ku pesan, lelaki tua itu tidak memesan apapun. Ternyata hanya Dia khusuk membaca novel itu dari tadi. Sedikit basa-basi aku menawarkannya minum. Dia hanya mengangguk ringan. Pandangan ku arahkan ke tempat lain, seperti aku sedang menunggu seseorang. Sesekali kopi ku seruput karena masih terlalu panas. Pandangan kuarahkan ke Toko Buku usang di seberang jalan. Dahsyat toko buku itu, segala buku ada disana. Mungkin buku yang dibaca kakekku masih ada disana ya?

Tiba-tiba hatiku bertanya-tanya, ada yang lain di hari ini. Aku tidak melihat gadis cantik yang biasa ngongkrong di depan toko buku itu. Aku tidak melihat dia yang biasa menawarkan brosur daftar buku pada pejalan kaki yang lewat. Untuk menarik pelanggan, biasanya brosur daftar buku di bagikan di depan toko buku itu, dan perempuan yang biasa membagikan itu tidak ku dapati. Aku memang sering memperhatikannya. Karena dia cantik. Perawakan timur tengah, dengan rambut terikat panjang. Hidung bangir (Mancung) kata orang Sunda. Aku suka senyum nya. Bayangkan di seberang jalan pun aku bisa menangkap senyuman itu. Dengan gigi putih yang rata, biasanya menusuk sampai ke sela-sela pembuluh darahku. Tapi anehnya teman-temanku tidak pernah memperhatikannya. Pernah satu dua kali mampir ke toko buku itu, tapi aku tidak bertemu dengannya, mungkin karena bukan jam jaga dia. Atau mungkin dia sedang Off.

Tiba-tiba bapak di depan tadi menegurku. Buyar semua lamunanku tadi. Dia menanyakan jam berapa sekarang. Aku kaget dan agak gugup, 03.30 PM ku jawab dengan terbata-bata. Dia minta minta maaf karena megagetkanku. Karena punya kesempatan, aku selinapkan basa-basi ku selanjutnya. Ku tanya buku apa yang sedang dia baca. Dia menjawab dengan hangat, ”buku tentang cinta”. aku senyum mendengarnya.

Dia tutup buku itu dan membenarkan posisi duduknya. Dia memulai dengan mengakatan ” Cinta itu miliki siapapun. Kau punya cinta, aku juga punya.” dari aksen bahasanya aku mendapati dia bukan orang Australia. Aksen bicaranya seperti orang Italia. Tubuhnya besar, pandangan matanya cukup tajam. Saat dia buka kaca matanya ku dapati matanya agak melekuk ke dalam seperti kurang tidur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun