"Bentar-bentar kamu teh kesel kenapa?" Tanyaku pada Ramadhan
"Duduk atuh... pegel berdirimah" Pintanya padaku dan Anida
"Iya atuh...kita duduk di bawah aja ya." Jawab Anida padanya
"Iya, gapapa di bawah aja." Ucap Ramadhan
  Akhirnya aku, Anida, dan Ramadhan duduk di depan kelas kami yang ada di lantai dua gedung C. Diapun menceritakan semua yang terjadi selama kita berempat beberapa pekan lalu sempat bercerai berai gara-gara sikap dia. Hingga aku dan Anida mengambil jalan untuk tidak bersama dulu. Semua asa yang telah terpendam di dalam hati Ramadhan terluapkan sampai air matanya tak sengaja menetes dipipinya.
" Udah dhan...jangan nangis gitu atuh" Ucapku menenangkannya.
"Engga aku ga nangis kok, beneran!!!" Jawabnya mengelak dari ucapanku.
" Alah, kalo mau nangis, nangis aja... " Ucap Anida agak menyindir
   Hujan yang deras akhirnya berhenti dan cerahnya hari mulai nampak dengan sinar mentari yang memancar terang setelah tertutupi awan hitam yang tebal. Ramadhan meneruskan kisahnya setelah berhenti menangis karena kekesalan yang tak dapat terbendung lagi itu. Aku dan Anida pun kembali mendengarkan kisahnya. Kami pun membahas kisahnya, hingga tak terasa waktu berlalu begitu cepatnya.
  Hari mulai menyambut senja dan sinar mentari mulai pergi meninggalkan kami. Bersambut senja itu kami sadar kami harus pulang. Akhirnya Ramadhan pun pamit dan beranjak dari posisi duduknya. Aku dan Anida pun ikut beranjak dari posisi duduk kami.
Senja berlalu, angin malam mulai menyentuh tubuhku. Dalam kedinginan aku pulang sendiri, menyepi, begitu juga Anida dan Ramadhan. Sejauh apapun kita jarak tak dapat memisahkan ataupun memutuskan persahabatan antara kita. Masing-masing dari kita punya tujuan untuk mencapai kebahagiaan dari sebuah ikatan persahabatan yang terbangun saat itu juga.