Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Mau Sampai Kapan Memaklumi dengan Dalih "Maklum, Namanya Juga Anak-anak"

10 November 2022   07:19 Diperbarui: 10 November 2022   12:40 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Annie Spratt via unsplash.com

Well, it's just another random thought. Tulisan ini tidak bermaksud meremehkan sulitnya menerapkan ilmu parenting di dunia nyata atau mendiskreditkan kondisi anak tertentu. Tapi mungkin setidaknya bisa menjadi bahan untuk refleksi saja. Ya itu juga kalau mau sih..

Jadi ceritanya suatu waktu, saat saya sedang dalam perjalanan pulang dari kantor dan menumpang kereta commuter line (anker gitu loh), ada sepasang orangtua yang membawa anaknya yang masih kecil, namun sudah cukup besar untuk bisa memahami keadaan di sekitarnya.

Kebetulan suasana di dalam kereta saat itu sudah tidak terlalu penuh karena sudah lewat jam sibuk. Beberapa penumpang yang duduk tampak sedang tidur.

Yah, pastinya mereka letih karena sudah bekerja seharian ditambah lagi harus menempuh perjalanan jauh untuk pulang. Sama seperti halnya saya, kepala sudah goyang kanan goyang kiri karena mengantuk. Lah, jadi curcol.

Tapi ternyata oh ternyata, si anak tadi sibuk berlarian kesana kemari, teriak-teriak, dan lompat-lompat di atas kursi penumpang. Jujur saya katakan that's so annoying behaviour!

Ya gimana kan, penumpang dalam satu gerbong itu tidak hanya mereka. Saya yakin tidak hanya saya yang merasa terganggu. Belum lagi kursi penumpang yang diinjak-injak si anak jadi kotor. Padahal nantinya ada orang lain yang akan duduk di situ. Dan pastinya jadi ekstra kerjaan juga bagi petugas cleaning service-nya.

Tapi karena mungkin semua yang ada di gerbong itu terlalu lelah untuk menegur, jadilah si anak tetap meneruskan keasyikannya. Dan yang paling membuat saya heran adalah, orangtuanya tetap asyik mengobrol. Tidak menegur, apalagi memarahi.

Oh tidak hanya itu. Saya juga pernah melihat anak-anak yang sibuk mencari perhatian orangtuanya dengan tingkah yang mengganggu. Mulai dari teriak-teriak pada orangtuanya, hingga memukul! Jika tidak dituruti, si anak langsung tantrum tidak karuan. Terbayang rasa jengkel orangtuanya?

Di lain kesempatan, saat sanak saudara berkumpul di rumah, ada beberapa anak mereka yang luar biasa tidak bisa diatur. Seenaknya keluar masuk kamar, lompat-lompat di atas tempat tidur, hingga menggeratak, bahkan merusak beberapa barang di dalam. Mungkin bukan masalah kalau barang yang rusak harganya murah. Kalau mahal atau punya nilai historis dan tak tergantikan bagaimana?

Dan apa komentar dari orangtuanya ketika orang lain mengeluh karena tindakan anak mereka? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun