Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Things I Wish I Knew Before 25

14 Mei 2021   12:09 Diperbarui: 15 Mei 2021   07:16 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Dokumentasi pribadi

Baca juga: Hikmah Dibalik Momen Terendah yang Dialami

Saya bukannya tidak punya bayangan sama sekali tentang apa yang ingin saya lakukan untuk masa depan. Saya tahu bahwa saya harus kuliah. Saya tahu mau masuk jurusan apa dan ke universitas mana. Saya tahu apa yang harus saya lakukan untuk mewujudkannya.

Tapi masalahnya ketika semua rencana dan usaha saya satu per satu gagal, cita-cita saya mulai terasa mustahil untuk diwujudkan, saya tidak yakin dengan masa depan saya, dan saya ragu apakah pilihan-pilihan yang saya ambil memang betul-betul pilihan yang tepat. Duh, pokoknya bayangan masa depan saya waktu itu malah semakin buram! Belum lagi suara bising dari sana-sini.

Terlepas dari semua kegagalan di masa life crisis dulu, jujur saya tidak menyesali apa yang sudah saya alami. Bahkan saya merasa bersyukur karena momen itulah yang membawa saya ke titik sekarang ini. Yah, meskipun terkadang saya agak iri dengan beberapa pencapaian beberapa orang yang saya kenal.

Tapi kalau diingat-ingat lagi, saya berharap setidaknya mengetahui lebih cepat mengenai hal-hal ini sebelum usia saya 25 tahun:

Yakin dengan karir yang ingin ditempuh

Saya sempat iri dengan adik saya dulu. Dia sudah tahu betul mau jadi apa di masa depan. Dengan demikian, dia sudah mantap memilih jurusan IPS begitu naik ke kelas 11 (setara 2 SMA). 

Lain halnya dengan saya, yang belum yakin dan punya bayangan apapun mengenai karir yang ingin saya jalani di masa depan. Jadi saya hanya mengikuti gengsi semata, yakni masuk jurusan IPA.

Pada masa saya sekolah dulu, jurusan IPA adalah jurusan bergengsi yang dihuni oleh siswa-siswi berotak encer. Dan karena saya merasa belum memiliki bayangan tentang karir, saya berpikir jurusan IPA adalah jurusan yang tepat karena selain soal reputasinya, kita bisa lebih bebas memilih jurusan saat kuliah nanti yakni rumpun ilmu sosial atau rumpun ilmu sains.

Tapi ternyata keputusan saya untuk mengikuti gengsi dengan masuk jurusan IPA (waktu itu kebetulan juga saya lolos seleksi masuk jurusan IPA), justru membuat prestasi saya kian menurun. 

Yap, saya kesulitan mengikuti ritme pelajaran kelas IPA. Ujung-ujungnya saya tidak bisa memperoleh nilai-nilai memuaskan. Karena itu pula, saya selalu kalah seleksi masuk universitas yang sudah saya targetkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun