Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

"Book Shaming"? Duh, Sudah Enggak Zaman!

22 Juli 2020   13:50 Diperbarui: 7 Juni 2021   19:36 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa koleksi novel favorit | Ilustrasi: Dokumentasi pribadi

"Ya ampun, gimana pengetahuan lo mau nambah kalo doyannya baca Harlequin melulu. Harusnya lo baca Dunia Sophie, atau buku-bukunya Pramoedya Ananta Toer, atau Lang Leav. Eh, tapi lo tau Lang Leav gak?"

Pernah dapat komentar macam itu saat kamu membaca buku tertentu? Dulu sekali saya pernah, meski komentarnya tidak persis sama. Komentar itu membuat saya bertanya pada diri sendiri, 'Apakah otak saya memang hanya mampu memahami bacaan seperti yang saya baca sekarang ini?'

Pada akhirnya komentar semacam itu membuat saya cukup tidak percaya diri untuk membaca buku tertentu di depan orang lain, dan saya tidak sadar sedang mendapat perlakuan Book Shaming.

Well, istilah book shaming seingat saya memang baru tenar sekitar tahun 2019 lalu. Saat itu sebuah cuitan yang mengatakan bahwa kaum milenial lebih mengenal Fiersa Besari, Tere Liye, dan sejenisnya dibanding Pramoedya Ananta Toer. Cuitan tersebut akhirnya menuai reaksi dari para netizen.

Selera Bacaan Setiap Orang Berbeda
Untuk pembaca sekalian yang masih agak asing dengan istilah ini, book shaming kurang lebih dapat diartikan sebagai suatu tindakan mengomentari dan menyudutkan orang lain karena buku yang dibacanya.

Umumnya hal ini karena adanya anggapan bahwa buku dengan genre tertentu atau ditulis oleh penulis tertentu lebih baik, lebih berbobot, dan lebih layak dibaca dari yang lainnya.

Hal ini dapat membuat orang yang mendapat perlakuan book shaming menjadi tidak percaya diri dengan buku yang dibacanya. Ia akan cenderung sembunyi saat membaca buku tersebut atau malu saat membacanya di ruang publik.

Selain itu book shaming juga dapat membuat seseorang tidak jujur saat memberikan opini atau ulasan mengenai buku tertentu karena ia tahu, banyak orang yang mencemooh buku tersebut. Meskipun sebenarnya ia suka sekali membaca buku A, tapi dia tidak berani mengutarakan pendapatnya karena takut diejek.

Ibarat mie instan yang punya banyak rasa karena selera setiap orang berbeda, sama hal nya dengan buku yang terdiri dari berbagai macam genre karena selera bacaan setiap orang berbeda. Mulai dari kategori fiksi (misal roman, horor, fantasi, sains-fiksi, humor, misteri, petualangan dan lainnya) hingga non-fiksi (misal biografi, filsafat, ensiklopedi, jurnal dan lainnya).

Menikmati buku dengan genre tertentu yang disukai adalah hak setiap orang. Mereka yang menyukai buku bacaan bergenre roman bukan berarti memiliki pemikiran yang dangkal daripada mereka yang suka bacaan filsafat. Mereka yang suka bacaan berbau ilmiah belum tentu tidak memiliki perasaan yang sensitif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun