Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kuliah Tinggi-tinggi, Kok Jadi Ibu Rumah Tangga?

7 November 2019   19:21 Diperbarui: 9 November 2019   17:48 1611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: mohamed_hassan/pixabay

"Udahlah, jadi cewek gak perlu sekolah tinggi-tinggi. Toh juga nanti bakalan ngurusin rumah tangga. Mending fokus cari jodoh dulu. Inget, umur jalan terus loh."

Pembaca tidak perlu tahu dari mana kalimat itu saya kutip. Tapi yang pasti, begitu mendengar kalimat semacam itu, reaksi pertama saya adalah, "What! Seriously, masih ada orang punya pemikiran seperti itu di tengah era revolusi industri 4.0 kayak gini? Bisa bangkit dari kubur Ibu Kartini kita nanti".

Kalau zaman dulu sih saya rasa wajar-wajar saja ya banyak yang berpendapat seperti itu karena memang posisi perempuan di mata masyarakat (saat itu) masih tergolong kaum inferior.

Apalagi budaya orang Indonesia umumnya masih menganut sistem sosial patriarki di mana kaum laki-laki lah yang lebih dominan/superior.

Maka kaum pria selalu diutamakan daripada wanita, baik dalam hal pendidikan, pekerjaan dan mengambil keputusan

Sementara itu kaum wanita hanya boleh mengurus rumah dan anak-anak, sehingga pendidikan (apalagi pendidikan tinggi) dirasa tidak diperlukan oleh kaum wanita.

Tapi sekarang zaman sudah berubah. Kini ada banyak sekali wanita yang berprestasi, baik dalam pendidikan maupun pekerjaan.

Dan mereka juga memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan setinggi-tingginya, sesuai dengan kemampuan mereka, meskipun ujung-ujungnya mereka menjadi ibu rumah tangga.

Mengapa?

1. Mengimbangi suami
Seperti yang sudah saya singgung tadi, Indonesia masih menganut sistem Patriarki dimana pria masih menjadi dominan. Well, gak dominan-dominan banget sih karena sudah ada emansipasi wanita (meskipun untuk hal-hal tertentu, karena gendernya, wanita tetap mendapat perlakuan khusus).

Jadi kaum pria masih selalu menjadi pihak yang diandalkan dalam rumah tangga karena mereka adalah kepala keluarga. Pria diharapkan memiliki pekerjaan yang mapan supaya bisa menghidupi keluarganya.

Oleh sebab itu mereka juga memerlukan pendidikan dan keterampilan yang memadai, wawasan yang luas, perilaku yang bijak, sense of responsibility yang kuat, dan lain sebagainya.

Dan yang namanya suami-istri, pastinya harus saling melengkapi dan mengimbangi bukan? Bagaimana jadinya bila istri tidak bisa mengimbangi suami (dalam hal intelektual maupun spiritual) hanya karena dia tidak mendapat pendidikan yang cukup?.

Bagaimanapun, ada kalanya seorang suami memerlukan lawan bicara yang bisa mengimbangi dirinya untuk bertukar pikiran.

Nah jika seorang istri memiliki wawasan yang luas, tentunya suami akan betah bercengkrama, bercerita dan bertukar pikiran tentang apapun dengan istrinya bukan?

Banyak yang bilang, istri adalah mahkota suami. Jika istri memiliki kualitas, maka kualitas suami juga akan meningkat.

Karena kebetulan saya berdarah suku Batak, saya sering mendengar nasihat para tetua bahwa peran istri sangat menentukan reputasi suami dan keluarganya.

Sejelek-jeleknya perilaku suami, kalau istrinya baik maka keluarga tetap akan bertahan meski banyak badai yang dilalui.

Tapi sebaik-baiknya seorang suami, kalau istrinya berperilaku buruk, maka keluarganya lambat laun akan terpuruk. Entah benar atau tidak.

2. Mendidik anak-anak
Mendidik anak-anak (apalagi anak zaman sekarang) bukan hal yang mudah. Ada begitu banyak pengaruh eksternal, yang jika keliru diikuti, bisa saja memberi pengaruh buruk pada anak-anak.

Seorang ibu rumah tangga pastinya memiliki peran yang sangat besar dalam proses tumbuh kembang anak, karena mereka akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan anaknya di rumah jika suaminya bekerja.

Apa jadinya jika seorang ibu tidak bisa mengajari anaknya bersikap yang baik, budi pekerti, tata krama dan sopan santun? Bagaimana seorang ibu bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan (yang kadang-kadang ajaib) dengan baik dan dengan bahasa yang sesuai dengan usia anaknya?

Karena seorang ibu adalah teladan bagi anak-anaknya, jika ia menjadi teladan yang berkualitas, maka kualitas anak juga akan meningkat.

Kalau ada yang bertanya, "Apa kabar jadi seorang ibu rumah tangga di zaman dulu? Meskipun tidak tamat SMA apalagi kuliah, tetap saja banyak anak-anaknya yang berhasil".

Well, memang seorang Ibu yang berpendidikan tinggi tidak menjamin anak-anaknya juga akan berkualitas dalam hal budi pekerti maupun akademis. Tapi jika seorang ibu memiliki pendidikan yang memadai, bukankah menjadi suatu nilai tambah dalam mendidik anak-anaknya?.

3. Mengatur keuangan rumah tangga
Sudah bukan rahasia lagi kalau istri memiliki peran sebagai 'menteri keuangan' rumah tangga, meskipun kini banyak juga sang suamilah yang justru bisa menjalani peran tersebut dengan lebih baik dari istrinya.

Seorang istri diharapkan untuk cerdik dalam mengelola keuangan, tapi bukan berarti juga seorang wanita harus memiliki pendidikan akunting demi bisa menjalankan perannya dalam mengatur keuangan rumah tangga.

Ketika seorang wanita memperoleh pendidikan yang memadai, dia akan memiliki lebih banyak pengalaman dan pengetahuan (bahkan mungkin trik tertentu) dalam merencanakan, membelanjakan dan menginvestasikan dana.

Kapan dia bisa 'royal' dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga, kapan ia harus 'mengetatkan ikat pinggang'. Tapi dengan catatan sang istri juga harus disiplin loh ya.

4. Kehidupan rumah tangga tidak selalu mulus tanpa masalah
Ini sih sudah jamak lah ya. Kalau dengar nasihat dari orangtua yang pernikahannya sudah berjalan belasan hingga puluhan tahun, yang namanya menjalani kehidupan rumah tangga tak selalu lurus dan semulus jalan tol. Pasti ada kerikil hingga badai yang harus diterjang.

Menjadi seorang istri dan ibu, tentunya harus berani dan mampu berpikir dengan sistematis dalam menginvestigasi (cieileh), menyelesaikan masalah, hingga bagaimana mencegah supaya masalah tersebut tidak terulang.

Selain itu, menjadi seorang ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang berat. Mengapa? Sebagai contoh saja, seorang ibu rumah tangga kalau dihitung-hitung, jam kerjanya pasti lebih dari jam kerja normal yakni 8 jam.

Bangun pagi menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anak, mengantar anak sekolah, membersihkan rumah, mencuci, memasak, menjemput anak pulang sekolah, memberi makan anak, menyetrika, menyiapkan makan malam, menemani suami dan lain sebagainya. Rutinitas tersebut terus terulang setiap hari.

Kalau wanita tidak diperbolehkan memperoleh pendidikan yang cukup dan sesuai dengan kemampuannya, bagaimana dia bisa melatih mental, kekuatan dan ketangguhan saat menemui masalah dan menjalankan tugasnya yang berat itu?

Jadi please, jangan pernah meremehkan peran ibu rumah tangga dengan mendiskreditkan mereka yang sekolah tinggi-tinggi namun memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga, karena peran tersebut tidak semudah yang dibayangkan.

Tentunya setiap wanita memiliki hak dalam menentukan prioritas ketika menjalani hidupnya. Namun jika memungkinkan, kita para wanita jangan pernah ragu untuk sekolah setinggi mungkin, meskipun kelak hanya menjadi ibu rumah tangga.

Mengurus kebutuhan rumah tangga itu pilihan yang mulia, tapi fokus terhadap karir juga bukan suatu hal yang mutlak.

Jadi jangan sampai ada lagi orang yang punya pemikiran, "Udah capek-capek kuliah, kok malah jadi ibu rumah tangga? Tahu gitu ngapain sekolah tinggi-tinggi? Ngabisin biaya aja." Tak selepet pakai centong nasi nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun