Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cara Sederhana Menghargai Orang Lain

25 Juni 2019   09:00 Diperbarui: 25 Juni 2019   12:58 3490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ini tempat makannya ya, Bu, sudah dicuci," kata salah seorang office girl pada seorang ibu. Kebetulan si ibu adalah salah satu karyawan yang memiliki jabatan tinggi di kantor. Boro-boro bilang 'terima kasih', si ibu diam saja tanpa mengalihkan pandangannya dari layar smartphone-nya. Si mbak office girl juga tidak menunggu balasan 'terima kasih' dan bergegas pergi begitu meletakkan tempat makan si ibu yang sudah bersih di sampingnya. Mungkin dia sudah terbiasa.

Saya yang kebetulan juga sedang makan siang sendirian di ruangan yang sama, mau tidak mau melihat momen itu. Sebenarnya mungkin tidak ada yang istimewa dari kejadian tersebut atau bahkan biasa-biasa saja. Tapi entah kenapa yang muncul di pikiran saya waktu itu adalah, 'Susah amat bilang terima kasih doang. Padahal tempat makannya sudah dicuciin. Menengok pun nggak'.

Kalau saya mau berpikir positif, bisa jadi saat itu si ibu memang sedang super sibuk dan fokus membalas pesan dari orang lain yang lebih penting sehingga sampai tidak mendengar dan menyadari ada orang yang berbicara di sampingnya. 

Ya, kalau benar seperti itu. Kalau ternyata dia hanya baca pesan berantai di WhatsApp atau bahkan hanya sedang scrolling facebook, apa tidak etis? Meskipun dia dan si mbak office girl berbeda status, tapi dia tetaplah manusia yang perlu dihargai usahanya walaupun kecil. Sekadar ucapan terima kasih pastilah sudah memyenangkan hatinya.

Dari kejadian kecil itu, saya jadi berpikir lagi. Sebenarnya ada begitu banyak kebiasaan atau etika yang sederhana, namun penting untuk diterapkan supaya orang lain merasa lebih dihargai. Menghargai seseorang tidak perlu harus yang heboh dengan memberikan hadiah atau perhatian yang berlebihan, namun bisa dimulai oleh kita sendiri dengan melakukan hal-hal kecil dan sederhana tapi bisa jadi besar dampaknya di kemudian hari.

1. Tolong, Terima Kasih, dan Maaf
Menurut saya ini adalah tiga kata ajaib sekaligus susah-susah gampang bagi orang tertentu yang tidak terbiasa melakukannya. Mengawali kalimat dengan kata 'tolong' ketika ingin meminta seseorang melakukan sesuatu untuk kita dan mengucapkan 'terima kasih' atas hal-hal yang sudah dilakukan atau diberikan orang lain untuk kita. Meskipun mereka hanyalah seorang ART atau sopir atau OB/OG atau pelayan restoran dan lainnya.

Ilustrasi: 123rf.com
Ilustrasi: 123rf.com
Sama seperti case di atas. Bisa jadi orang-orang seperti si mbak office girl tadi sudah terbiasa sehingga mungkin juga tidak terlalu mengharapkan ucapan terima kasih dari orang-orang yang sudah dilayaninya. Yang penting kerja dengan benar dan tidak mendapat komplain saja sudah bagus. Kalau dapat ucapan terima kasih syukur, tidak juga bukan masalah. Tapi kalau kita mengapresiasi dengan cara sederhana seperti ucapan terima kasih, pastinya ada senyum yang merekah di wajah mereka bukan?

Dan dari ketiga kata tersebut, biasanya kata terakhirlah yang sulit untuk diterapkan. Dalam mengucapkan 'maaf' tentunya diperlukan kerendahan hati untuk mengakui kesalahan. Tapi manusia memang cenderung memiliki sifat egois, gengsi, dan tidak mau mengalah. Akibatnya kata 'maaf' sulit sekali keluar dari mulut kita. Kamu begitu gak?

2. Mendengar, Bukan Menjawab
Menurut saya, mendengar biasanya lebih sulit daripada berbicara atau menjawab. Lagi-lagi, terkait dengan sifat egois. Sifat manusia yang satu ini membuat kebanyakan dari kita lebih suka didengar daripada mendengar. Mendengar tentunya juga membutuhkan kerendahhatian dan kesabaran yang berlawanan dengan sifat egois tadi.

Ilustrasi: inc.com
Ilustrasi: inc.com
Sebagai contoh, jika salah seorang teman kita sedang curhat mengenai permasalahan yang dihadapinya, sebaiknya kita mendengar dan menyimak (ini dua hal yang berbeda loh ya) perkataannya hingga selesai tanpa menyela. Terkadang seseorang hanya membutuhkan orang lain untuk mendengarkannya saja tanpa judge apapun dari si pendengar. Dengan demikian mereka merasa dihargai karena mendapat perhatian dari kita.

3. Menatap Mata Lawan Bicara
Bagi sebagian orang terutama mereka yang memiliki karakter introvert yang cenderung tertutup dan (mungkin juga) pemalu, menatap lawan bicara bisa jadi merupakan suatu hal yang sulit dilakukan. Apalagi jika terhadap orang yang pertama kali baru ditemui.

Ada istilah, 'Mata adalah jendela hati'. Seseorang yang pandai menilai karakter orang, biasanya bisa menilai bagaimana sifat atau menebak apa yang ada di pikiran seseorang saat melihat matanya. Saat berbicara, usahakan kita menatap mata lawan bicara. Melakukan kontak mata saat berbicara dengan orang lain juga berarti kita menghargai lawan bicara kita. Menatap lawan bicara juga bisa berarti kita membuka diri untuk menjalin relasi dengan seseorang.

4. Tepat Waktu
Di beberapa negara lain, budaya tepat waktu sangat dijunjung tinggi di mana frasa 'time is money' masih berlaku. Beda dengan di Indonesia yang agak memaklumi bahkan membiasakan kebiasaan terlambat. "Biasalah, jam karet. Bilang jam 10 tapi maksudnya jam 11".

Saya pribadi tidak suka dengan kebiasaan 'jam karet' ini, meskipun bukan berarti saya tidak pernah sekalipun terlambat dari waktu yang disepakati atau ditentukan.

Ilustrasi: fireuptoday.com
Ilustrasi: fireuptoday.com
Sekadar contoh saja, saya sebagai halak (orang) Batak yang sering ikut acara adat Batak, sering kali mengalami fenomena 'jam karet' ini. Misalnya ketika ikut arisan keluarga atau acara lain yang sifatnya semi-formal.

Meskipun acara-acara semacam itu diadakan saat hari libur, bukan berarti seseorang tidak punya kesibukan atau rencana lain. Maka ketika seseorang pamit lebih cepat (padahal aslinya acaranya yang mulai terlambat), malah dikira sok sibuk atau tidak menghargai para tamu atau tuan rumah. Well, memang tidak semua orang Batak seperti itu sih, tapi beberapa kali pernah saya alami.

Bagi saya, etika tepat waktu adalah salah satu cara untuk menghargai orang lain. Kita tidak akan pernah tahu kesibukan apa yang sedang dihadapi seseorang. Maka jika kita hadir terlambat dari waktu yang sudah disepakati (apalagi tanpa memberi kabar), kita pasti membuat orang tersebut kesal. Di saat mereka sudah meluangkan waktunya, tapi kita seenaknya membuang waktu mereka.

"Yailah, telat lima menit doang sampe marah gitu. Tau sendiri jalanan di Jakarta macet kayak apa". Itulah respon yang biasa dilontarkan seseorang yang terbiasa terlambat. Justru, jika kita sudah tahu jalanan Jakarta yang tidak bisa diprediksi, paling tidak tunjukkan niat baik kita dengan berangkat lebih awal. Jadi jangan sengaja cari-cari alasan untuk memaklumi kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik.

Dan yang paling penting, jika kita sudah bisa memprediksi bahwa kita akan terlambat, jangan lupa memberi tahu pada teman atau rekan janjian kita supaya mereka merasa dihargai dan tidak ditelantarkan. 

5. Tidak Melupakan Nama
Saat bertemu seseorang pertama kali, apalagi jika dalam konteks pekerjaan atau bisnis, usahakan kita mengingat wajah dan nama orang yang pertama kali kita temui. Dengan demikian, jika ada kesempatan kedua bertemu dengan mereka, kita bisa lebih akrab dan komunikasi lebih mudah terjalin.

Coba, apa yang kamu rasakan ketika namamu diingat oleh orang lain yang kamu idolakan atau kamu hormati setelah pertemuan pertama? Saya sih merasa sangat tersanjung. "Ya ampun, gak nyangka ternyata dia inget gue!". Ya, orang akan merasa lebih dihargai dan diperhatikan ketika nama mereka diingat.

Meski demikian bagi sebagian orang, mengingat nama dan wajah orang yang baru pertama kali ditemui bisa jadi merupakan suatu hal yang sulit. Saya termasuk diantaranya, terutama dalam mengingat wajah. Namun saya berusaha demgan mengingat paling tidak nama dan ciri khas dari penampilan mereka. Hal itu lebih memudahkan saya dalam mengenali seseorang yang baru sekali saya temui.

6. Berkata yang Baik atau Diam
Namanya manusia, pasti ada saat-saatnya kepingin menggosip meskipun kita sadar dan tahu bahwa kebiasaan tersebut tidak baik untuk diri sendiri apalagi jika didengar orang lain. Apalagi gosip memang bermakna konotatif dimana topiknya pasti yang jelek-jelek mengenai seseorang.

Bagi yang masih suka bergosip, sebaiknya mulai dikurangi. Jangan berdalih "Boleh gosip, yang penting jangan didengar orangnya". Akan lebih baik jika kita berkata yang baik atau diam sekalian. Berkata hal-hal yang baik tentang seseorang sudah menjadi salah satu cara kita menghargai orang lain.

Saya percaya hukum karma. Jadi jika kita suka membicarakan orang lain (apalagi yang buruk-buruk), bukan tidak mungkin berikutnya kitalah yang jadi topik pembicaraan saat kita tidak ada.

Well, yang namanya ngomong (nulis) hal-hal semacam memang gampang. Tapi saat melakukannya sih belum tentu. Tulisan ini hanyalah buah pemikiran saya yang spontan saja saat jam makan siang.

Jika kita ingin dihargai orang lain, maka mulailah dari kita sendiri dengan menghargai orang lain dengan cara-cara sederhana tadi. Saya sendiri masih belajar untuk bisa selalu menerapkan kebiasaan-kebiasaan ini. Kalau kamu gimana?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun