Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Segar Artikel Utama

Menyiasati Waktu Minum Obat Selama Bulan Puasa

17 Mei 2018   07:00 Diperbarui: 19 April 2022   19:20 3128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: netdoctor.co.uk

"Eh, gue gimana ini minum obatnya? Kan udah mau puasa. Gue gak bisa minum obat dong selama puasa. Ntar kaga sembuh-sembuh", celetuk salah seorang teman saya ketika kami sedang reuni kecil-kecilan di salah satu mal di Jakarta (mal lagi, mal lagi).

Bagi umat Muslim, Bulan Ramadan adalah bulan penuh berkah. Selama kurang lebih satu bulan, umat Muslim akan menjalankan ibadah puasa sebagai bentuk persiapan diri, lahir dan batin untuk menyambut Idul Fitri. 

Kalau saya pribadi melihat, untuk memasuki Bulan Ramadan nyatanya ada banyak juga persiapan yang perlu diperhatikan. Misalnya komposisi menu sahur dan berbuka, karena dalam satu bulan ke depan, tubuh akan mengalami perubahan metabolisme ketika selama kurang lebih 12 jam setiap harinya, tidak ada air maupun makanan yang masuk. 

Untuk itu, menu sahur dan berbuka yang sesuai dan bergizi sangat penting supaya seseorang tidak jatuh sakit. Namun bagaimana jika sebelum atau saat Bulan Ramadan seseorang jatuh sakit dan tengah menjalani pengobatan? 

Apakah lantas pengobatannya berhenti begitu saja atau tetap dilanjutkan? Tapi kalau dilanjutkan, waktu minum obatnya dikhawatirkan menjadi tidak teratur sehingga malah memperlambat proses penyembuhan atau malah memperparah penyakit. Meski saya bukan umat Muslim, saya mengerti mungkin di luar sana masih banyak orang yang bingung.

Pada dasarnya berhasil dan tidaknya proses penyembuhan sangat dipengaruhi keteraturan dalam mengonsumsi obat sesuai regimen dosisnya. Apalagi jika seseorang sedang mengonsumsi Antibiotik selama periode tertentu. Seperti yang sudah pernah saya tuliskan dalam artikel-artikel saya sebelumnya, ketidakpatuhan dan ketidakteraturan dalam mengonsusmsi Antibiotik berpotensi menyebabkan resistensi Antibiotik yang berbahaya. 

Atau misalnya ketika seseorang harus mengonsusmi obat yang tujuannya untuk me-maintain gejala (obat seumur hidup) seperti hipertensi, kolesterol, diabetes dan sebagainya. Perubahan regimen dosis selama bulan puasa berpengaruh besar terhadap berhasil atau tidaknya pengobatan pasien, sehingga tentunya kondisi seperti ini membuat pasien galau. 

Disatu sisi mereka ingin sembuh, tapi di satu sisi mereka ingin tetap bisa menjalankan kewajiban ibadahnya sama seperti orang lain. Lalu bagaimana cara menyiasati waktu minum obat selama berpuasa?

Sumber: ncbi.nlm.nih.gov
Sumber: ncbi.nlm.nih.gov
Bagi pasien yang hanya mengonsumsi obat single dose (satu kali sehari) atau dua kali sehari mungkin tidak menjadi masalah. Pasien bisa memilih untuk meminum obat saat sahur atau setelah berbuka untuk memenuhi regimen single dose atau minum obat saat sahur dan berbuka untuk memenuhi regimen dosis dua kali sehari.

Namun ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, apakah obat tersebut harus diminum sebelum atau sesudah makan. Ada obat-obat yang justru tidak berefek jika bercampur dengan makanan atau minuman tertentu, misal Bisacodyl (obat pencahar) tidak akan berefek jika bercampur dengan susu. 

Dan ada juga obat-obat yang tidak boleh diminum saat perut kosong, misal obat-obat Antiinflamasi Non-Steroid (NSAID) seperti Sodium Diklofenak, karena memiliki efek samping berupa gangguan saluran pencernaan (iritasi lambung). Kategori saat "perut kosong" adalah satu jam sebelum makan atau dua jam setelah makan.

Kedua, selain interaksi dengan makanan/minuman, ada juga obat-obat yang efeknya dipengaruhi irama sirkadian tubuh (proses biologis dalam tubuh manusia. Misalnya absorpsi Theophylline (biasa untuk mengobati asma dan bronkitis) ke dalam darah lebih baik jika diminum saat sahur (misal pukul 4 pagi) dibandingkan setelah berbuka (misal pukul 8 malam). Beberapa obat lain yang dipengaruhi ritme sirkadian antara lain Propanolol, Digoxin, Nifedipine, Prednisone, Ibuprofen dan lainnya.

Sementara itu bagi pasien yang harus minum obat tiga atau lebih dari tiga kali sehari, tentunya perlu penyesuaian karena tidak memungkinkan minum obat di siang hari sementara pasien sedang berpuasa.

Dalam dunia farmasi, ada berbagai macam metode dan kelas obat yang bisa menjadi alternatif bagi pasien, guna memperoleh hasil maksimal dalam pengobatan. Oleh sebab itu ketika pasien akan menjalankan puasa, baiknya pasien berkonsultasi ke dokter dan apoteker untuk mengubah sistem pengobatan mereka, seperti:

Regimen Dosis

Misalnya mengganti obat yang memiliki regimen dosis satu kali sehari atau dua kali sehari (dengan kelas terapi yang sama), terutama untuk Antibiotik karena penggunaan Antibiotik atau Antivirus yang tidak boleh terputus, misalnya untuk penyakit TBC, Hepatitis C dan HIV.

Sifat Kerja Obat

Misalnya dengan menggantinya ke obat yang sifat kerjanya long acting (kerja panjang), misalnya bentuk tablet atau kapsul sustained released (lepas lambat). Sediaan lepas lambat ini memungkinkan pelepasan obat dalam tubuh berlangsung sedikit demi sedikit sehingga efek yang ditimbulkan menjadi lebih panjang dan mengurangi frekuensi konsumsi obat. Jenis sediaan ini juga sering digunakan untuk pasien-pasien  geriatri (lansia) untuk memudahkan mereka dalam mengonsumsi obat.

Rute Pemberian

Dalam dunia medis, ada berbagai macam rute pemberian obat selain per oral (melalui saluran pencernaan). Dan menurut sumber yang saya peroleh, berikut beberapa rute pemberian obat yang disepakati oleh ahli hukum Islam dan ahli agama lainnya, praktisi medis dan ahli farmakologi, yang tidak membatalkan puasa (dengan catatan dipastikan tidak ada yang melewati mulut dan saluran cerna):

  • Tetes mata dan tetes telinga;
  • Sediaan topikal (melalui permukaan kulit) seperti, krim, salep, plester;
  • Sediaan vaginal;
  • Injeksi melalui otot/intramuscular (I.M.), Subcutan (S.C.), vena/intravena (I.V.), kecuali injeksi nutrisi;
  • Gas oksigen dan gas anestesi;
  • Tablet sublingual (di bawah lidah) untuk obat-obat jantung;
  • Obat kumur, obat semprot;
  • Tetes hidung, inhaler;
  • Suppositoria (sediaan melalui anus)

Sumber: semanticscholar.org
Sumber: semanticscholar.org
Salah penggunaan obat (Drug Misuse) selama Bulan Ramadan berpotensi menyebabkan kegagalan terapi. Oleh sebab itu peran dokter dan apoteker sangat dibutuhkan untuk mengedukasi pasien supaya mereka dalam menjalankan kewajiban religiusnya dengan seimbang tanpa harus mempertaruhkan kesehatan mereka. Pasien juga jangan sungkan untuk bertanya kepada tenaga medis dan mendiskusikan penyesuaian pengobatan mereka saat menjalankan ibadah puasa. 

Jangan merasa pintar sendiri dengan mengubah sembarangan waktu minum obat. Dan jangan berkeras hati jika memang dalam keadaan sangat terpaksa harus membatalkan puasa.

Bagaimanapun bagi saya pribadi (entah yang lain juga berpikiran sama atau tidak), menjaga kesehatan tubuh sendiri adalah suatu bentuk pertanggungjawaban kita kepada Tuhan yang sudah berbaik hati memberikan hadiah yang tak ternilai, yakni kesehatan.

Referensi:

Managing medication during Ramadan

Drug intake during Ramadan

EMHJ

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun