Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

THINK, Sebelum Anda Menekan Tombol 'Post'

4 September 2017   15:41 Diperbarui: 4 September 2017   16:07 1004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: cengage.com

Belakangan ini, topik soal perlakuan tidak adil etnis Rohingya di Myanmar sedang naik daun dan sedang menjadi sorotan dunia internasional. Topik ini mengisi hampir seluruh kolom-kolom di media cetak maupun elektronik. Dan berkat media sosial, kini siapapun bisa men-share berita-berita tersebut. Entah karena memang berempati atau hanya sekadar ingin terlihat paling update soal berita-berita terbaru. Sebelum isu Etnis Rohingya ini, masih ada banyak isu-isu SARA yang sebelumnya pernah ramai diperbincangkan di media sosial.

Terlepas dari masalah lain di belakangnya, isu SARA merupakan salah satu isu yang sangat sensitif, terutama di wilayah atau negara yang memiliki banyak perbedaan etnis, agama, dan ras pada penduduknya. Jadi ketika topik ini diangkat untuk diperbicangkan, tentu akan mengundang banyak reaksi pro dan kontra. Banyak yang mengutarakan pendapatnya untuk dibenarkan oleh orang lain. Dan isu SARA belakangan ini juga sering digunakan untuk menutupi konflik yang sebenarnya terjadi.

Kali ini saya tidak memfokuskan tulisan saya pada konflik etnis Rohingya maupun konflik SARA lainnya. Yang membuat saya bingung adalah, kenapa masih banyak dari kita yang begitu mudah tersinggung dan tersulut kemarahan saat membaca suatu berita yang berkaitan dengan SARA, sementara berita tersebut tidak jelas keakuratannya

Hari ini saya membuka salah satu media sosial saya  dan apa yang saya lihat kemudian adalah berbagai macam berita yang di-share dari berbagai macam media online. Mulai dari yang reputasi dan isinya bisa dipertanggungjawabkan, sampai yang abal-abal. Ditambah lagi deretan komentar-komentar pro dan kontra yang mengikuti postingan berita tersebut. Dan balasan-balasan komentar itu makin lama makin memanas. Masing-masing tidak ada yang mau mengalah dan merasa paling benar.

Sudah banyak sekali anjuran-anjuran untuk tidak asal membagikan berita di media sosial karena tidak semua isi berita tersebut benar dan dapat dipertanggungjawabkan, alias hoax. Dan mengomentari atau bahkan mendebat berita hoax tentu saja cuma buang-buang energi dan malah membuat suasana semakin keruh dan panas.

Hari ini juga, saya membaca berita di kompas.com yang dikutip dari media online BBC Indonesia berisi tentang Wakil Perdana Menteri Turki yang meng-upload beberapa foto terkait konflik Rohingya di Myanmar (http://www.bbc.com/indonesia/dunia-41139727). Dan rupa-rupaya foto-foto tersebut bukanlah foto asli, melainkan foto yang sudah 'dicomot' dari peristiwa-peristiwa di negara lain, dikumpulkan lalu diberi keterangan seakan-akan foto tersebut menggambarkan situasi terkini kaum etnis Rohingya di Myanmar. Akibatnya, akun media sosialnya dibombardir pertanyaan sehingga akhirnya dia menghapus postingan tersebut.

Apa pelajaran yang saya petik dari sini? HATI-HATI. Ya, hati-hati dalam menyebarkan berita maupun berpendapat di media sosial. Media sosial ibarat panggung dimana semua orang di dunia adalah penontonnya. Apa yang kita sajikan di atas panggung bisa saja disukai atau dibenci orang lain, dan untuk itu kita harus siap mempertanggungjawabkannya.

Sejak banyaknya keributan yang terjadi akibat penyebaran berita hoax dan isu kebencian di media sosial, Indonesia kini punya UU ITE untuk mengaturnya. Jadi, please teman-teman, cerdaslah bermedia sosial. Jangan sembarangan share atau copy paste berita. Pastikan dulu sumbernya dan kebenaran isinya, baru di-share. Dan kalaupun kedua syarat itu sudah terpenuhi, coba pikirkan sekali lagi, apakah kalau di-share akan mendinginkan suasana atau malah memperkeruh? Kalau hanya akan memancing rasa tersinggung dan kemarahan, lebih baik tidak di-share. Saya bukannya mengajak para pembaca untuk bungkam dan tutup mata dengan isu-isu sosial yang terjadi. Tapi poin saya adalah, berusahalah untuk tidak memperkeruh suasana.

Kita jangan bolak-balik mengeluh "kemana bangsa Indonesia yang penuh toleransi dan tenggang rasa?" tapi kita sendiri bertindak bodoh di media sosial hanya demi jutaan 'like' dengan menyebarkan berita hoax dan mengutarakan pendapat yang persuasif. Jadi, biasakan untuk THINK sebelum Anda menekan tombol 'Post'.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun