Mohon tunggu...
Irma Susanti Irsyadi
Irma Susanti Irsyadi Mohon Tunggu... -

hanya seorang pecinta kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Privasi Sudah Mati

12 Januari 2018   22:59 Diperbarui: 12 Januari 2018   23:33 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berkerudung hitam sambil sebelah tangan mengacungkan penganan, perempuan yang lama tinggal di Bandung itu mengomel panjang,

"Jadi beginiii yah ... saya kan syuting sendiri, pake kamera sendiri, makannya pake tangan kanan, jadinya kayak pake tangan kiri kalo udah  hasilnya di kamera kumaha sih, anak jaman now teu nyaho pisan nya ... lain nareang gawe kaditu, kabeh jelema dikomenan, teu make halis dikomen, teu make lipstick dikomen, sagala dikomen, areuweuh gawe maneh nya ... jelema selfie make tangan kanan, disebut tangan kiri, belegug belegug teuing atuh, anak jaman now teh, kumaha ... kumaha nya na dek selfie ge da kamera kamera urang, medsos medsos urang ... teu minjem medsos maneh, teu minjem kamera maneh, naha make jeung ripuh-ripuh teuing ...tah tangan kanan tah! Make tangan kanan!"

(Jadi beginiii yah ... saya kan syuting sendiri, pake kamera sendiri, makannya pake tangan kanan, jadinya kayak pake tangan kiri kalo udah  hasilnya di kamera, gimana sih, anak jaman now kok ga tau ... bukannya pada cari kerja sana, semua orang dikomentari, ga pake alis dikomen, ga pake lipstick dikomen, pada ga punya kerjaan ya kalian ... orang selfie pake tangan kanan, disebut tangan kiri, kok bodoh banget sih, anak jaman now, mau selfie juga kamera punya sendiri, medsos punya sendiri, ga pinjem medsos kamu, ga pinjem kamera kamu, ga usah repot deh ... nih pake tangan kanan nih! Pake tangan kanan!)

Melly Goeslaw, musisi yang terkenal lewat band Potret itu mengungkapkan kemarahannya pada netizen lewat unggahan video di akun Instagram miliknya tanggal 4 desember 2017.

Berbeda dengan beberapa selebriti lain, yang biasanya mendiamkan kelakuan absurd para netizen, Melly memutuskan untuk secara terbuka 'menghajar' balik komentar-komentar negatif yang menyangka ia makan memakai tangan kiri.

Jauh sebelum itu, ia juga pernah membalas komentar netizen yang mengejek gayanya berhijab, yang disebut sebagai 'gaya alien'. Melly menuliskan postingan panjang yang intinya meminta siapapun untuk tidak membuang waktu mengomentari dirinya, sebab ia pun masih banyak belajar untuk berhijab.

Di kesempatan lain, seorang Melly Goeslaw yang selalu punya ciri khas nyentrik dalam gaya berpakaian ini, membela artis Laudya Cynthia Bella. Pasalnya, banyak warga netizen yang mengomentari make up pengantin yang dipakai Bella di hari pernikahannya yang dianggap jelek.

Selamat datang di era milenial, dimana semua orang tak lagi memiliki privacy.

Ranah privasi sudah mati.

Media sosial ibarat halaman rumah kita yang bisa dilewati pelbagai orang. Baik yang sekedar lurus berjalan, berhenti sejenak untuk mengobrol atau malah mampir. Layaknya orang-orang yang hilir mudik, tentu tak semua berkenan dengan halaman rumah kita. Orang yang tidak suka mungkin akan sekedar mengerutkan dahi, mencibirkan bibir atau mungkin memprotes secara frontal.

"Mbak Audy diet dong, biar ga gendut banget ..."

Komentar itu saya baca saat mengintip Instagram milik Audy Item, istri aktor Iko Uwais.

Hati saya mencelos membacanya. Dari sekian banyak komentar yang bisa ia pilih, perihal fisik yang kemudian ia tautkan dalam petikan komentarnya. Luar biasa tidak elegan.

Belakangan, Iko Uwais malah membuat postingan yang 'membalas' komentar pedas soal kegendutan sang istri. Iko mengatakan bahwa meskipun Audy gendut, namun ia memiliki hati istimewa, sehingga tak pernah mengomentari hal negatif terhadap orang lain.

Postingan Iko Uwais disambut ratusan komentar netizen yang kontan baper dan klepek-klepek.

Selamat datang di era media sosial. Jaman dimana, membaca kolom komentar jauh lebih menarik dan greget ketimbang isi postingannya. Waktu dimana, dramatisasi hidup tidak hanya didapat dari sinetron namun juga postingan viral.

Sungguh saya tak paham mengenai banyaknya warga Indonesia yang setiap harinya, mampir ke pelbagai akun media sosial milik para selebriti kemudian menyumbangkan komentar. Satu-satunya yang masih punya kans untuk mengalahkan mereka adalah para pejuang MLM dan online shop. Khusus yang dua terakhir itu memang dilahirkan untuk tetap konsisten mem-prospek dan menawarkan produk (dicek barangnya sis ...).

'Yah namanya juga selebriti, mesti rela dong kehidupannya jadi konsumsi public, artinya fans peduli dengan keberadaannya, dengan prestasinya ...' (cetus seorang kawan)

Betul, tapi tidak juga harus sebebas itu keleus.

Kalaupun kita menganggap selebriti itu sebegitu dekatnya sampai kita tega memberikan komentar sejauh itu, semestinya kita tahu kapan harus menahan mulut (dan jari) untuk tidak berkomentar (yang tidak perlu) lewat tulisan.

Oleh karenanya saya sangat paham dengan beberapa selebriti yang memutuskan untuk 'mematikan' kolom komentar di akun mereka, atau malah tidak pernah mengunggah foto apapun yang berpotensi menimbulkan komentar miring.

Akhir Februari 2017, presenter kawakan Sarah Sechan membuat para penggemarnya terkejut dengan keputusannya untuk tidak lagi aktif di media sosial.

Sarah merasa tidak harus (lagi) membagi momen-momen pribadi dengan banyak orang. "... Aku ingin orang-orang mengenalku, karena mereka telah bertemu dan menghabiskan waktu denganku, bukan karena mereka membaca kalimat di caption yang kutulis di bawah foto ..."

Di kalangan selebriti internasional, beberapa orang sudah terlebih dahulu melakukan hal tersebut sebelum Sarah Sechan. Sebut saja Justin Bieber, Ed Sheeran, Demi Lovato dan Emma Stone, yang sudah duluan menceraikan hubungan mereka dengan media sosial.

Selamat datang di abad 21, dimana kenyamanan terkadang didapat ketika kita tidak harus berinteraksi secara intens dengan banyak orang.

Lupakan semangat beramah tamah dengan orang asing. Sebab sapaan yang dulu ditujukan untuk saling menanyakan kabar sudah berganti dengan sapaan yang terkadang menunjukkan keingintahuan yang keterlaluan dan ungkapan tak sopan yang dilontarkan, segampang melempar gulungan kertas bekas ke dalam keranjang sampah.

Sungguh, sebagai manusia modern, kita mesti belajar lagi mengenai Batasan. Mana yang masih bisa disebut sebagai ranah publik, sehingga kaki tidak sembarangan melangkah ke sana. Mana yang disebut zona aman, tempat kita bisa ikut menyumbangkan opini.

Sehingga tak akan lagi kita komentari fisik seseorang, fisik anak seseorang, keputusan seseorang dalam hidup, pernikahan dan atau perceraian seseorang dengan laku sok tahu. Sebesar apapun kita merasa kita tahu mengenai mereka.

Dan sungguh, para pesohor yang seringkali tidak menyadari kepopulerannya itu, juga butuh memahami ruang dan dimensi diri. Mana yang bisa diberitakan kepada publik sehingga orang terhibur dan termotivasi, dan mana yang sebaiknya disimpan dalam ruang gelap sebab terlalu pribadi sifatnya, sehingga tak layak dibicarakan di caf-caf sambil menyesap Vietnam drip coffee.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun