Mohon tunggu...
Irma Khalid
Irma Khalid Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Serangan ke Jantung Pertanian

18 Februari 2019   23:07 Diperbarui: 18 Februari 2019   23:14 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi dan Prabowo (Rengga Sancaya/detik)

Banyak yang bilang bahwa Presiden Joko Widodo berjaya di debat calon presiden kemarin malam. Segala pertanyaan dan keraguan terkait sektor energi dan infrastruktur, bisa ia jawab dengan gilang gemilang.

Tapi keberhasilan itu sepertinya kurang sempurna. Karena ketika merangsek ke sektor pangan atau pertanian, Presiden Jokowi sepertinya tersengat oleh pernyataan Prabowo Subianto, calon presiden penantangnya.

kelemahan di sektor pangan dan pertanian ini memang sudah diprediksi jauh-jauh hari. Beberapa pakar berpendapat, masalah data pangan memang bisa menjadi kelemahan pasangan calon Presiden Joko Widodo dan Ma'ruf Amin saat debat putaran kedua kemarin

karena harus diakui, data pangan kita masih ada yang tidak tercatat dengan baik. Dan dalam urusan pangan, data tidak bisa kita sepelekan, karena dampaknya cukup besar. Sampai memengaruhi kebijakan. 

Misalnya kebijakan impor beras, yang sempat jadi polemik. Tahun lalu, pemerintah memutuskan untuk melakukan impor beras sebesar 2 juta. Di saat yang bersamaan, Kementerian Pertanian (Kementan) melansir data bahwa produksi beras kita surplus. Walhasil, publik jadi ragu dengan urgensi dari impor beras.

Belakangan, fakta bicara lebih keras dari data yang dikeluarkan Kementan. Menteri Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan harga beras mulai mengalami kenaikan sejak kuartal III 2017. Stok Bulog ketika itu hanya 978 ribu ton atau jauh dari jumlah ideal dua juta ton. 

Pekan kedua Januari, stok beras semakin berkurang menjadi 903 ribu ton. Itu artinya, dalam 10 hari, stok beras berkurang 75 ribu ton. Mengapa demikian? Sebab, pemerintah harus menggelar operasi pasar untuk menekan kenaikan harga. 

Terjadilah silang sengkarut data. Karena Kementan masih mengklaim produksi beras selama tiga bulan mencapai 17,7 juta ton. Jumlah itu banyak, namun stok Bulog hanya 903 ribu ton. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan mengimpor 500 ribu ton beras. 

Akhir Maret 2018, waktu panen raya sudah hampir berakhir. Stok Bulog sedikit meningkat menjadi 649 ribu ton. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan mengimpor 1 juta ton lagi. Harga beras medium pun turun menjadi Rp 11.036/kg. 

Sumber

Dari sini kita bisa melihat bahwa polemik impor pangan yang akhirnya dijadikan senjata oleh Prabowo untuk menyerang Jokowi berpangkal pada klaim data sepihak oleh Kementan. Andai kantor Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman itu tidak memantik kontroversi terkait urgensi impor beras, mungkin tidak akan timbul polemik seperti saat ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun