Mohon tunggu...
Irma Khalid
Irma Khalid Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Kelanjutan Rawa jadi Sawah

11 Februari 2019   23:05 Diperbarui: 12 Februari 2019   00:00 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rawa (suaramerdeka.com)

Kontroversi kebijakan alih fungsi lahan rawa menjadi sawah, kini berlanjut. Karena Kementerian Pertanian (Kementan) tahun ini menargetkan akan melakukan konversi lahan rawa menjadi sawah sebanyak 500.000 hektare (ha) dan perluasan lahan sawah yang sudah ada sebesar 6.000 ha. 

Konon, program mencetak sawah dari lahan rawa ini mempertimbangkan siklus musim panas ke depan akan lebih panjang dan lahan rawa akan lebih tahan banting. 

Kementan sendiri tidak main-main dengan program alih fungsi rawa ini. Karena program ini akan dilakukan dengan total anggaran sebesar Rp 4,9 triliun. Itu mencakup sekaligus untuk pengadaan alat dan mesin pertanian (Alsintan), pengembangan embung, dan irigasi-irigasi lainnya.

Optimalisasi lahan rawa menjadi sawah ini akan difokuskan di Kalimantan Selatan seluas 300.000 ha, Sumatera Selatan 200.000 ha dan sebagian kecil di Jambi. Sedangkan perluasan areal sawah akan dilakukan di Riau, Sumatera dan Sulawesi. 

Area rawa menjadi lokasi pengembangan lahan sawah terkini karena memiliki potensi yang besar. Dalam catatan Kementan, luas rawa di Indonesia mencapai 33,4 juta hektar yang terdiri dari lahan pasang surut seluas 23,05 juta hektar dan rawa lebak seluas 10,35 juta hektare. 

Mengacu pada laporan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, untuk ke depan dan tahun ini sudah masuk musim El-Nino atau siklus kemarau bakal lebih panjang daripada musim hujan. Kondisi ini akan terjadi hingga periode 5-10 tahun ke depan, sehingga lahan rawa yang memiliki nilai tingkat serap tinggi bakal memiliki cadangan air yang dalam. 

Tapi yang sepertinya diabaikan pemerintah adalah peringatan dari para pegiat lingkungan. Mereka mengingatkan Kementan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dini, yang juga dikenal dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Terutama lagi, belajar dari pengalaman terdahulu.

Karena pada 1995, Presiden Soeharto pernah punya program serupa. Yakni memanfaatkan lahan gambut untuk areal tanaman pangan. Itu diatur melalui Keppres No. 82 mengenai Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG)

Tapi sayangnya, satu Juta Hektar di Kalimantan Tengah, tidak berakhir mulus, bahkan hampir setengah dari 15 ribu keluarga transmigran yang dahulu ditempatkan pada kawasan tersebut, meninggalkan lokasi.

Pemanfaatan lahan rawa tandasnya harus diletakkan secara hati-hati. Kemampuan ekosistem lahan gambut atau rawa, tidak bisa dipandang terpisah-pisah. Menurutnya, fungsi dan dampaknya terhadap ekosistem dan produksi pangan harus dipertimbangkan secara matang.

Pada zaman Soeharto itu, proyek lahan gambut satu juta hektar berakhir dengan kegagalan. Mungkin saat itu belum ada pihak yang sadar atau mengingatkan pemerintah bahwa Rawa gambut merupakan ekosistem esensial yang terbentuk jutaan tahun. Bukan hanya memiliki fungsi hidrologi, tetapi juga sebagai penyimpan karbon, jika rusak maka akan menyebabkan perubahan iklim. Dan pada akhirnya perubahan iklim akan berdampak pada produksi pertanian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun