Mohon tunggu...
Irma Fitriani
Irma Fitriani Mohon Tunggu... Lainnya - Ada

-

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Siapa Pemimpin Wanita Surga?

9 Februari 2021   11:25 Diperbarui: 9 Februari 2021   11:34 1309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

 Akan tetapi ini semua adalah takdir dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka Sayyidatuna Khadijahpun meninggal di pangkuan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan dinamakan tahun ini dengan tahun kesedihan ('Aamul Huzn). Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kehilangan pamanya yang selalu menjadi penolongnya dan kehilangan istri tercinta yang selalu menjadi penghibur hati dan meringankan beban Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.  

Hari-  hari  Sayyidatuna  Fathimah  Membantu  Da'wah  Rosul  Allah  

     Kepergian istri dan paman beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikan cobaan yang beliau terima begitu berat, segala macam ujian dan cobaan terus bertubi-tubi dan silih berganti menimpa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.  

 Seluruh orang kafir Quraisy menjadi gembira dan senang menyakiti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mulai dari budak-budak, orang dewasa, anak-anak kecil maupun besar, lakilaki juga perempuan. Mereka semua menjadikan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai tempat cacian dan ejekan. Mereka tetap keras kepala tidak menerima ajakan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.  

 Rasulullah  Shallallahu 'alaihi wa sallam tetap sabar dan terus berusaha.. berusaha.. dan berusaha.. Menghampiri setiap tempat-tempat keramaian. Ke sana dan ke sini, menuju ke perbatasan untuk menghadang setiap orang yang menuju ke Makkah. Tapi mereka tetap keras kepala dan terus menyakiti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Melihat hal ini, Rasulullah mengalihkan tujuan untuk menuju kota Tha'if. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bergegas dan kedua putri beliau Fatimah dan Ummu Kultsum mengantarkan sang ayah untuk melepas kepergiannya berdakwah.

Rasulullah pun memberikan pesan-pesan sebelum menuju ke kota Tha'if dengan sebuah harapan agar Allah memberikan orang-orang yang menjadi penolongnya di sana. Sayyidatuna Fatimah pun menaruh harapan yang besar agar ayahnya mendapat pengikut yang bisa membantunya dalam menyebarkan agama ini. Karena sudah bertahuntahun dalam keadaan yang sangat memprihatikan ini.  

 Akan tetapi, semua sudah menjadi taqdir Allah Subhanahu wa Ta'ala. Keadaan pun tidak seperti yang diharapkan. Semua penduduk Tha'if menolak ajakan Rasulullah. Bukan hanya itu, bahkan mereka menertawakan, mencaci juga melempari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di sepanjang jalan. Maka kembalilah Rasulullah menuju Makkah, sedangkan sekujur tubuh beliau dipenuhi darah. Dalam keadaan sedih beliau kembali ke Makkah. Sesampainya di Makkah beliau pun dilarang masuk, sedangkan Makkah adalah kota yang suci, kota kelahiran beliau, kota tempat beliau dibesarkan. Akan tetapi, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak dapat memasukinya kecuali melalui jaminan Mut'im bin Adi. Maka Nabi pun masuk Makkah dalam keadaan yang sangat memilukan ini.  

 Kemudian, munculah suatu pendapat dari beberapa wanita agar Nabi menikah,maka Nabi meminang Saudah binti Zum'ah. Setelah beberapa waktu beliau meminang Aisyah binti Abu Bakar.  

 Saudah adalah wanita yang lanjut usia seolah-olah Nabi hanya ingin merawat anak-anak beliau karena umur Saudah diatas 50 tahun, sedangkan Aisyah waktu itu masih kecil maka dipinang oleh Rasulullah dan Nabi tidak berkumpul dengan Aisyah kecuali setelah hijrah ke Madinah.  

Sayyidatuna Fatimah dan Ummu Kultsum gembira dengan pernikahan ayahnya, akan tetapi masih tergores rasa pedih di dalam hati dengan kepergian seorang ibu tercinta yang tidak bisa digantikan kedudukannya oleh seorangpun dalam hati mereka. Akan tetapi, ketenangan hati ayahnya lah yang terpenting dalam benak kedua anak gadis ini. Tidak ada dalam hati mereka sediktpun rasa menentang ataupun muka masam, tidak ada dalam hati mereka kecuali sebuah kesopan-santunan dan akhlaq yang luhur yang bersumber dari didikan seorang ayah dan ibu yang berbudi pekerti yang luhur dan mulia.  

 Ketika dekat waktu datangnya perintah hijrah, dan sebelumnya telah terjadi "Baiatul Aqobah " yang mana orang-orang Anshar yang  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun