Mohon tunggu...
irma dewi
irma dewi Mohon Tunggu... Editor - ASN

Praktisi komunikasi dan kehumasan pemerintah

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Masalah Barang Bawaan Penumpang Pesawat

8 Maret 2019   21:43 Diperbarui: 11 Maret 2019   22:23 1053
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: en.silkroad.news.cn

Barang pribadi penumpang akan dibebaskan dari bea masuk dan cukai apabila nilainya tidak melebihi USD250 per orang pribadi atau USD1.000 per keluarga. Bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) hanya akan dikenakan jika barang bawaan tersebut nilainya melebihi batasan yang dipersyaratkan.

Adapun jenis dan jumlah barang bawaan yang dibebaskan dari bea masuk dan cukai adalah 25 batang cerutu, 200 batang sigaret, 10 gram tembakau iris, dan 1 liter minuman alkohol. Jika barang yang dibawa melebihi jumlah yang ditentukan, maka kelebihannya akan langsung dimusnahkan oleh DJBC dengan atau tanpa disaksikan penumpang yang bersangkutan.

Kaji Ulang Nilai Batas

Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi menjelaskan, mengawasi barang bawaan penumpang merupakan salah satu fungsi DJBC sebagai industrial assistance dan community protector. Tujuan dari ketentuan impor barang bawaan penumpang adalah memberi prinsip keadilan dan perlindungan industri dalam negeri.

Jika barang bawaan penumpang dengan nilai batas tertentu tidak dikenakan bea masuk dan pajak, sedangkan barang produksi dalam negeri dikenakan pajak, maka industri dalam negeri tidak akan dapat bersaing dari sisi harga.

Selain harus melindungi industri dalam negeri, DJBC juga bertugas melindungi masyarakat dari masuknya barang larangan atau pembatasan, bahkan dari bahaya narkotika, psikotropika, dan precursor (NPP) yang sering menggunakan jalur barang penumpang untuk masuk ke Indonesia.

Dijelaskan Heru lebih lanjut, pengenaan batas barang pribadi penumpang yang diberikan pembebasan, atau dikenal dengan istilah de minimus value, merupakan salah satu praktik yang lazim di dunia internasional. Sesuai standar yang diberekomendasikan World Custom Organization (WCO) berdasarkan The Revised Kyoto Convention, de minimus value dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan pendapatan masyarakat.

Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai, Badan Kebijakan Fiskal, Nasruddin Djoko menambahkan, nilai batasan di setiap negara berbeda-beda. Konsep de minimus value tidak hanya berlaku untuk barang impor yang dibawa penumpang maupun kiriman, melainkan juga bagi negara perbatasan. "Kan kita punya perbatasan dengan Malaysia, Filipina, Papua Nugini, maupun Timor Leste. Itu de Minumus-nya beda-beda,"kata Djoko.

Meski begitu, Heru mengatakan bahwa pemerintah berencana menyesuaikan nilai de minimus value. Beberapa dasar pertimbangannya antara lain komparasi dengan negara-negara lain, nilai barang penumpang berdasarkan custom declaration pada beberapa bandara utama, dasar perhitungan bea masuk dan pajak, serta perhitungan Consumer Index Price dan Gold Index Price.

Sementara itu, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe C Soekarno Hatta, Erwin Situmorang mengatakan, ada dampak lain dari adanya peningkatan lalu lintas orang dari dan/atau ke luar negeri. Salah satunya adalah adanya potensi peralihan jasa borongan, yang seharusnya dapat dikategorikan sebagai barang dagangan, menjadi barang bawaan pribadi penumpang untuk menghindari pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor.

           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun