Mohon tunggu...
irma dewi
irma dewi Mohon Tunggu... Editor - ASN

Praktisi komunikasi dan kehumasan pemerintah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dana Desa Bagi Masyarakat Bali

22 Januari 2019   07:03 Diperbarui: 10 November 2019   15:34 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desa Munduk Temu merupakan salah satu desa perbukitan yang terletak di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Kehidupan sosial masyarakat di desa ini masih sangat kental dengan budaya gotong royong. Tidak hanya dalam kehidupan bermasyarakat tetapi juga dalam membangun desanya.

Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih

Bentuk solidaritas sosial ini pula yang menyukseskan program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) di Munduk Temu. Artinya, saat ini air bersih sudah bisa diakses oleh seratus persen warga.

Perbekel Desa Munduk Temu I Nyoman Wintara menceritakan, wilayah Munduk Temu yang berada di dataran tinggi menyebabkan desa ini kesulitan air bersih. Sebelum program Pamsimas dimulai, kebanyakan penduduk harus mengandalkan tadah hujan atau mengambil air di sungai jauh di bawah bukit.

Setelah program Pamsimas dijalankan, sanitasi di desa berangsur membaik. Munduk Temu kini bebas dari buang air besar sembarangan. Pada 2017 seluruh penduduk sudah menerapkan jamban sehat dan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun.

Keberhasilan Munduk Temu ini kemudian membawa Kabupaten Tabanan meraih Penghargaan Pamsimas Award 2017 dari Kementerian Pekerjaan Umum. Tak hanya itu, Kabupaten Tabanan juga meraih Dana Rakca Award 2017 terkait pengelolaan dana desa.

Pamsimas di Desa Munduk Temu berjalan sejak 2014. Dengan modal anggaran sekitar Rp 245 juta, akses air bersih mampu menjangkau sekitar 65 persen penduduk dari sebelumnya hanya 40 persen saja. Dengan dukungan dana desa dan bantuan dana alokasi khusus (DAK) 2017 sekitar Rp 1,8 miliar serta sisa DAK 2017 sekitar Rp 163 juta, akhirnya sistem air bersih bisa dimiliki oleh seluruh warga.

Jalan Desa

Selain air bersih, jalan desa juga menjadi prioritas utama pembangunan di Munduk Temu. Wintara menjelaskan, Munduk Temu dapat dikatakan terpencil, sebab berada di ujung Kabupaten Tabanan. Wilayahnya berbukit-bukit dengan ketinggian 600-700 di atas permukaan laut.

Lebih dari 90 persen warga desa adalah pekebun dengan komoditas utama kopi dan salak. Selain itu penduduk juga menanami areal perkebunannya dengan buah-buahan lain seperti jeruk, manggis, dan durian dengan sistem tumpang sari.

Wintara mengungkapkan, sebelumnya penduduk harus berjalan kaki cukup jauh melewati jalan setapak untuk mengangkut hasil panen. Kontur jalan yang naik turun serta kondisi cuaca yang kerap kali hujan tentu membuat jalan licin serta sulit dilalui. Dulu mereka susah membawa hasil kebunnya. Jalan desa bisa meringankan. Ada yang bisa dilalui sepeda motor, ada juga yang sudah bisa dilalui mobil.

Secara keseluruhan Munduk Temu terdiri dari enam Banjar Dinas yang tersebar memanjang sejauh 15km, sedangkan areal perkebunan berada di tengah-tengah. Sebab itu, jalan desa menjadi vital. Selain membuka akses penduduk, jalan ini juga untuk memudahkan transportasi dari dan menuju kebun.

Sejak tahun 2015-2017 Munduk Temu sudah membangun jalan sepanjang total 9,24km. Diperkirakan, Munduk Temu masih membutuhkan dua buah jembatan serta 10km jalan sebagai penghubung antar banjar dan antar kebun. Dengan dana desa mereka membangun setapak demi setapak, supaya pengangkutan hasil kebun lebih lancar.

Program Padat Karya

Disinggung mengenai program padat karya yang akan segera diberlakukan, Wintara berpendapat bahwa konsep ini pada dasarnya bisa membantu, namun perlu memperhatikan kearifan lokal dan kondisi masing-masing desa. Untuk Munduk Temu sendiri, menurutnya program ini kurang cocok sebab semangat gotong royong masyarakat di desanya masih sangat kental.

Saat membangun jalan desa dan sarana air bersih, semuanya dilakukan dengan swadaya warga sendiri. Tidak ada biaya pembebasan lahan sepeserpun. Mereka membuat surat pernyataan untuk merelakan tanahnya dijadikan jalan.

Warga desa juga urun tenaga secara sukarela. Dalam proses pembangunan fisik jalan dan sarana air bersih tidak ada penduduk yang tinggal diam. Mulai dari kaum lelaki hingga ibu-ibu, semua ikut terlibat tanpa mengharapkan upah. Warga berpikir mereka tinggal mengerjakan, tidak mengeluarkan uang. Toh, jalannya untuk mereka gunakan sendiri.

Meski Munduk Temu bukan daerah kaya, tetapi rata-rata penduduknya masih bisa mencari pekerjaan. Pola pikir masyarakat bisa berubah. Misalnya terjadi kecemburuan sosial pada saat pelaksanaan proyek karena yang diupah hanya yang kerja, sementara yang sudah berkecukupan jadi tidak mau ikut kerja. Meski baik, namun bisa jadi pemberian cash for work dapat mengikis kekerabatan.

Wintara berpandangan, program padat karya lebih cocok diterapkan di desa-desa yang benar-benar miskin dan minim lapangan pekerjaan. Misalnya di wilayah Indonesia timur yang masih sering mengalami gagal panen jagung.

Meski begitu, desa sebetulnya tidak perlu khawatir. Sebab, program cash for work hanya diperuntukkan bagi mereka dengan kategori penggangguran, setengah menganggur, penerima Program Keluarga Harapan (PKH), dan penduduk miskin. Anak-anak tidak diperkenankan ikut, tetapi perempuan atau ibu-ibu boleh.

Selain itu, program padat karya tidak boleh dilakukan bersamaan dengan masa panen. Saat panen, penduduk tetap harus bekerja di sawah atau kebun. Namun, di luar itu, mereka bisa menerima upah dari proyek yang didanai desa. Dengan begitu, akan ada kesinambungan pendapatan bagi penduduk miskin. Masyarakat yang lebih mampu tetap bisa menyumbang materi atau tenaga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun