Mohon tunggu...
irma dewi
irma dewi Mohon Tunggu... Editor - ASN

Praktisi komunikasi dan kehumasan pemerintah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dana Desa Bagi Masyarakat Bali

22 Januari 2019   07:03 Diperbarui: 10 November 2019   15:34 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara keseluruhan Munduk Temu terdiri dari enam Banjar Dinas yang tersebar memanjang sejauh 15km, sedangkan areal perkebunan berada di tengah-tengah. Sebab itu, jalan desa menjadi vital. Selain membuka akses penduduk, jalan ini juga untuk memudahkan transportasi dari dan menuju kebun.

Sejak tahun 2015-2017 Munduk Temu sudah membangun jalan sepanjang total 9,24km. Diperkirakan, Munduk Temu masih membutuhkan dua buah jembatan serta 10km jalan sebagai penghubung antar banjar dan antar kebun. Dengan dana desa mereka membangun setapak demi setapak, supaya pengangkutan hasil kebun lebih lancar.

Program Padat Karya

Disinggung mengenai program padat karya yang akan segera diberlakukan, Wintara berpendapat bahwa konsep ini pada dasarnya bisa membantu, namun perlu memperhatikan kearifan lokal dan kondisi masing-masing desa. Untuk Munduk Temu sendiri, menurutnya program ini kurang cocok sebab semangat gotong royong masyarakat di desanya masih sangat kental.

Saat membangun jalan desa dan sarana air bersih, semuanya dilakukan dengan swadaya warga sendiri. Tidak ada biaya pembebasan lahan sepeserpun. Mereka membuat surat pernyataan untuk merelakan tanahnya dijadikan jalan.

Warga desa juga urun tenaga secara sukarela. Dalam proses pembangunan fisik jalan dan sarana air bersih tidak ada penduduk yang tinggal diam. Mulai dari kaum lelaki hingga ibu-ibu, semua ikut terlibat tanpa mengharapkan upah. Warga berpikir mereka tinggal mengerjakan, tidak mengeluarkan uang. Toh, jalannya untuk mereka gunakan sendiri.

Meski Munduk Temu bukan daerah kaya, tetapi rata-rata penduduknya masih bisa mencari pekerjaan. Pola pikir masyarakat bisa berubah. Misalnya terjadi kecemburuan sosial pada saat pelaksanaan proyek karena yang diupah hanya yang kerja, sementara yang sudah berkecukupan jadi tidak mau ikut kerja. Meski baik, namun bisa jadi pemberian cash for work dapat mengikis kekerabatan.

Wintara berpandangan, program padat karya lebih cocok diterapkan di desa-desa yang benar-benar miskin dan minim lapangan pekerjaan. Misalnya di wilayah Indonesia timur yang masih sering mengalami gagal panen jagung.

Meski begitu, desa sebetulnya tidak perlu khawatir. Sebab, program cash for work hanya diperuntukkan bagi mereka dengan kategori penggangguran, setengah menganggur, penerima Program Keluarga Harapan (PKH), dan penduduk miskin. Anak-anak tidak diperkenankan ikut, tetapi perempuan atau ibu-ibu boleh.

Selain itu, program padat karya tidak boleh dilakukan bersamaan dengan masa panen. Saat panen, penduduk tetap harus bekerja di sawah atau kebun. Namun, di luar itu, mereka bisa menerima upah dari proyek yang didanai desa. Dengan begitu, akan ada kesinambungan pendapatan bagi penduduk miskin. Masyarakat yang lebih mampu tetap bisa menyumbang materi atau tenaga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun