Mohon tunggu...
Irma Alfiyanti
Irma Alfiyanti Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Mampukah Kita Swasembada Kedelai?

13 Januari 2019   22:41 Diperbarui: 13 Januari 2019   23:03 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kedelai (dok. ANTARA/Regina Safri)

Tahun 2020 nanti, Kementerian Pertanian (Kementan) mencanangkan Indonesia sudah bisa swasembada kedelai. Tapi bila kita melihat tren produksinya, target itu seperti jauh panggang dari api.

Berdasarkan data BPS pada 2018, produksi kedelai Indonesia masih belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri yang mencapai lebih dari 3 juta ton per tahun. Kemampuan kita menghasilkan kedelai di 2018 kemarin hanya sebesar 982.598 ton, sehingga perlu melakukan impor sebanyak 2,6 juta ton untuk menutupi kekurangan produksi dalam negeri.

Selisih produksi yang besar ini perlu dipertimbangkan karena masih terlalu jauh untuk melakukan swasembada. Apalagi kebutuhan kedelai akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan industri tahu-tempe dan turunannya.

Rasa pesimis untuk swasembada kedelai semakin kuat melihat jumlah impor yang meningkat dari tahun 2015 hingga 2018.

Berdasarkan catatan Kementerian Pertanian, impor pada tahun 2015 dan 2016 berjumlah sekitar 2,3 juta ton. Pada 2017, naik menjadi 2,7 juta ton dan sempat turun menjadi 2,6 juta ton pada tahun lalu.

Sementara itu jumlah produksi kedelai pada rentang waktu yang sama mengalami fluktuasi. Pada 2015, produksi mencapai 963.183 ton dan turun menjadi 859.653 ton pada 2016. Tingkat produksi semakin turun pada 2017, yakni 538.728 ton dan mengalami peningkatan pada tahun lalu yang mencapai 982.598 ton.

Memproduksi kedelai tidak segampang Kementan merancang targetnya. Kedelai adalah jenis tanaman yang membutuhkan kelembapan tanah cukup dan suhu relatif tinggi untuk pertumbuhan optimal. Sedangkan, di Indonesia, curah hujan yang tinggi pada musim hujan sering berakibat tanah menjadi jenuh air.

Mulai klaim dan janji (meme edit pribadi)
Mulai klaim dan janji (meme edit pribadi)
Drainase yang buruk juga menyebabkan tanah juga menjadi kurang ideal untuk pertumbuhan kedelai. Apalagi petani kita belum menjadikan kedelai sebagai tanaman utamanya, sehingga ia ditanam dengan pola rotasi dengan tumbuhan lain.

Sejauh ini, belum terlihat upaya yang signifikan dari Kementan untuk menggenjot produksi kedelai dalam negeri. Baru ada wacana untuk menargetkan tumpang sari 1,05 juta hektare atau setara luas pertanaman 21, juta hektare. Selain itu, 500 ribu hektare rawa di sejumlah daerah juga akan dimanfaatkan, termasuk di Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan.

Republika


Kementan juga baru menggodok wacana agar importir kedelai juga diwajibkan menanam di dalam negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun