Mohon tunggu...
Irma Alfiyanti
Irma Alfiyanti Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Lahan Pangan di Pekarangan

18 Desember 2018   20:36 Diperbarui: 18 Desember 2018   20:59 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perumahan tanpa pekarangan (Foto: Merdeka.com)

Tak kuasa dihimpit oleh alih fungsi lahan yang massif, kini Kementerian Pertanian (Kementan) menyarankan agar masyarakat membuka lahan pertanian di pekarangan rumahnya masing-masing.

Bagi anda yang punya rumah luas, sampai berhektar-hektar, himbauan itu masuk akal. Karena anda bisa buka sawah atau ladang di sekitar rumah. Tapi bagi kelompok perkotaan yang ukuran rumahnya tipe 21 dan luasnya tak lebih besar dari kendang burung, mungkin anda ingin menempeleng orang Kementan itu. Apalagi bagi orang-orang yang tinggal di apartemen.

Jangankan membuka lahan untuk bercocok tanam. Satu-dua pot kembang di rumah saja bisa jadi musuh potensial karena membuat rumah makin lebih sempit. 

Himbauan bercocok tanam di pekarangan itu disampaikan oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan) yang menyatakan bahwa ketahanan pangan nasional dimulai dari ketahanan pangan rumah tangga. Tidak ada yang salah dengan omongan itu, karena bagaimanapun juga, segala sesuatu yang besar dimulai dari yang kecil.

Sumber: RMOL

Manuver logika yang terjadi justru pada tahap penerapannya, ketika Kementan menyarankan agar masyarakat memanfaatkan lahan pekarangan sebagai sumber daya atau asset keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan. 

Bila boleh mengoreksi, mungkin bukan pemenuhan kebutuhan pangan yang bisa disediakan oleh lahan pekarangan. Melainkan pelengkap kebutuhan, atau sebatas substitusi. 

Harus diakui bahwa lahan pertanian sumber pangan di Indonesia tidak bertambah luas. Malahan makin susut. Menurut data dari kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, sejak 1990 pertumbuhan produksi pangan hanya sekitar 1,5% setahun artinya separo dari 30 tahun sebelumnya.

Lahan pertanian mengkerut. Terutama di pulau Jawa, yang adalah lumbung beras Indonesia. Banyak areal persawahan yang kini berubah fungsi, jadi pemukiman, kawasan industri, atau infrastruktur. Mungkin karena banyak lahan pertanian yang berubah jadi perumahan, Kementan ingin memutarbalik arus, yakni membuat perumahan kembali sebagai lahan pertanian.

Kementan sendiri juga sebenarnya punya program perluasan lahan pangan, yakni cetak sawah yang digerakkan sejak 2015 lalu. Kini, hampir 3 tahun setelah program itu berjalan, terlihat bahwa cetak sawah tidak terlalu signifikan. 

Kenyataan ini diungkap oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) beberapa waktu lalu. Menurut ATR/BPN, pada 2018 ini terjadi pengurangan 7,1 juta hektare lahan pertanian. Ngerinya lagi, laju pengurangan itu tidak akan melambat, melainkan akan terus bertambah. Diperkirakan, rata-rata terjadi pengurangan luas lahan pangan sebesar 120 hektare per tahun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun