Mohon tunggu...
Ircham Arifudin
Ircham Arifudin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Brebes Club (KBC-53): penulis receh sekaligus penikmat kopi tanpa gula

menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa itu pilihan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ternyata Kritik Itu Tak Sepahit Kopi Hitamku (2)

16 Juli 2021   06:47 Diperbarui: 16 Juli 2021   06:49 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
- Penikmat Kopi Hitam, dok. pribadi -

Toh menyampaikan pendapat adalah hak semua orang, nikmatilah apapun yang mereka sampaikan sebagaimana kita menikmati pahitnya kopi tanpa gula. Dan yang pasti, tidak ada ruginya bagi kita untuk ringan dalam memaafkan seseorang, meskipun kita ga akan melupakannya. Sebagaimana yang pernah Gus Dur (Allah Yarham) ungkapkan: Sudah saya maafkan, lupa sih enggak. Hehehehe…

. Anggap aja kritik sebagai wahana perbaikan yang akan menguntungkan kita kelak.

“Jangan pernah membalas kritik dengan kritik, karena hanya akan membuat perdebatan, menguras tenaga & pikiran. Unfaedah…”

# Cari tahu sudut pandang mereka

Bagi orang-orang yang terbiasa menikmati kopi olahan dengan berbagai rasa dan aroma saat disuguhi kopi murni tanpa gula, mereka akan enggan untuk meminumnya. Kalaupun mereka mau meminumnya, pasti akan minta gula/krimmer untuk mengurangi rasa pahit dari kopi murni. Dan kita tidak bisa memaksa mereka untuk minum kopi tanpa gula.

Begitu pula saat kita mendapat kritikan dari seseorang atas hasil kerja/karya kita, tidak ada salahnya mencari tahu detail kritik yang mereka sampaikan. Caranya kita menggunakan sudut pandang mereka, posisikan diri kita pada posisi mereka, pakailah perspektif yang mereka gunakan. Tambahkan sedikit gula/krimmer agar berasa manis. Jangan memaksakan kopi murni kepada mereka yang ga suka. Jika kita bisa melaksanakannya, sangat mungkin untuk kita bisa belajar dari mereka dan melakukan koreksi terhadap hasil kerja/karya kita, bisa jadi kritik yang mereka sampaikan benar adanya.

Bahkan jika perlu saat hasil kerja/karya kita tidak ada yang mengkritik atau memberi saran/masukan, carilah orang yang mau memberikan kritik sekaligus saran kepada kita, dan kita tidak akan menjadi rendah dengan kritik/saran/masukan mereka. Justru sebaliknya, pendapat orang lain bisa jadi membuka persepsi, wawasan, maupun paradigma baru yang mendukung tujuan akhir dari hasil kerja/karya kita.

# Terimalah kritikan dengan senyuman

Saat ada orang yang menanyakan bagaimana rasanya kopi hitam tanpa gula kepada Anda (sementara Anda termasuk tipe/komunitas penikmat kopi hitam tanpa gula), bagaimana ekspresi muka Anda dalam menjawab pertanyaan orang tersebut? Mengerutkan dahi-kah? Mata terbuka lebar-kah? Atau berusaha dengan senyum?

Ya… pastinya dengan senyum dong, karena Anda adalah tipe/komunitas penikmat kopi hitam tanpa gula. Namun jika Anda menjawab dengan ekspresi mengerutkan dahi atau mata terbuka lebar, berarti Anda tipe/komunitas penikmat kopi hitam tanpa gula.

Hal ini merupakan proses pembelajaran untuk bisa melatih mental kita agar bisa tegar menghadapi ujian yang lebih hebat di kemudian hari. Singkatnya, kita memang hanya layak dipuji jika sudah berani menerima kritikan. Meski tidak mudah, asah terus keberanian kita untuk menikmati kritik layaknya menikmati kopi hitam tanpa gula. Pujian dan apresiasi hanya akan datang apabila kita sudah melakukan sesuatu yang berharga. So, jangan bosan untuk menerima kritik, tanggapilah setiap kritik dengan lapang dada. Seperti apa yang menjadi pesan Kyai Said Aqil kepada kami kader-kader Ansor Banser saat berkunjung ke Brebes: “dipuji tidak terbang, dicaci tidak tumbang.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun