Mohon tunggu...
Ircham Arifudin
Ircham Arifudin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Brebes Club (KBC-53): penulis receh sekaligus penikmat kopi tanpa gula

menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa itu pilihan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ternyata Kritik itu Tak Sepahit Kopi Hitamku (1)

16 Juli 2021   04:45 Diperbarui: 16 Juli 2021   07:00 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
- Penikmat Kopi Hitam -  

Apakah Anda pernah menikmati kopi tanpa gula? Bagaimana rasanya? Tentu pahit bukan? Jenis kopi apa yang Anda minum, robusta-kah, arabika-kah, atau jenis lainnya-kah?

Jika Anda termasuk tipe/komunitas penikmat kopi hitam tanpa gula, dibalik pahitnya kopi yang Anda minum tentu Anda bisa menikmati tiap sruputnya. Robusta dengan khas pekatnya, arabika dengan khas agak asem-asemnya, atau jenis lain yang tiap jenis kopi memiliki karakter dan kekhasan yang berbeda-beda.

Begitupun dengan kehidupan ini, pahitnya kopi diibaratkan kritikan yang ditujukan kepada kita. Dan ternyata dibalik pahitnya kritikan itu kita masih bisa menikmatinya kok, tergantung bagaimana dan dari seperti apa kita mensikapi kritikan tersebut.

Nah… sekarang, apa sih arti kritik bagi Anda? Apakah itu berarti suatu musibah? Atau sesuatu yang lebih buruk? Seperti bencana yang tidak terduga, atau bahkan kritik merupakan simbol kehancuran diri? Mampukah Anda menerima kritik layaknya Anda menerima pujian?

Kritik sendiri memiliki beragam bentuk. Kritik bisa berupa nasehat, obrolan, sindiran, guyonan, joke, hingga cacian pedas. Penyampaiannya pun beragam, ada yang secara langsung (to the point, face to face), ada juga yang tidak langsung (meme, komen di akun medsos), sehingga sangat wajar saja jika (hampir) setiap orang tidak suka dikritik. Bagaimanapun juga rasanya akan lebih menyenangkan jika kita berlaku dan tampil sempurna, memuaskan semua orang dan mendapatkan pujian.

Akan tetapi siapa yang bisa menjamin bahwa dia bisa aman dari kritik? Apalagi di era medsos seperti sekarang, kritik sangat mungkin datang dari orang yang bahkan kita ga kenal, tiba-tiba saja postingan/status medsos kita dikomentari oleh orang yang tidak berteman atau bukan follower kita.

Toh sejatinya kita hanyalah manusia dengan segala keterbatasan dan kekurangannya. Meskipun kenyataannya di dunia ini lebih banyak orang yang suka mengkritik, dari pada dikritik atau menerima kritik.

Sebagai contoh sederhana, saat kita menonton pertandingan sepak bola, pasti kita sering mendapati para komentator yang mengeluarkan pernyataan-pernyataan pedasnya. Padahal belum tentu juga kepandaian mereka (para komentator) dalam mengkritik orang lain sebanding dengan kemampuannya jika disuruh memainkan bola sendiri di lapangan.

Atau para pakar dan pengamat politik, ekonomi, maupun sosial. Tidak sedikit dari mereka yang berkomentar kepada publik, seakan teori /pendapat/pernyataan merekalah yang paling benar. Ya… wajar sih, namanya juga pakar/pengamat. Hehehe…

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun