Mohon tunggu...
Ircham Arifudin
Ircham Arifudin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Brebes Club (KBC-53): penulis receh sekaligus penikmat kopi tanpa gula

menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa itu pilihan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membumikan Kultur NU dalam Jiwa dan Sikap atau Perilaku NU Kultural

28 Agustus 2020   19:54 Diperbarui: 28 Agustus 2020   20:30 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar hanya ilustrasi, sumber: NU Online.

Sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, Jam'iyyah Nahdlatul Ulama dituntut untuk mampu menghadapi tantangan yang sangat besar, ibarat semakin tinggi sebuah pohon maka angin yang menerpanya akan semakin besar pula. Sejak dulu hingga kini, NU selalu menjadi lawan besar dari banyak gerakan Islam fundamentalis ataupun Islam radikal yang menjelma dalam beragam komunitas maupun berlabel "Ormas Islam".

Mereka menyerang NU dalam berbagai sudut/lini, sebut saja dari sudut pemikiran, amaliyah, harokah, nasionalisme, dan banyak lagi lainnya. Apalagi keberanian NU menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal dalam organisasinya menjadi langkah yang sangat progresif (Muktamar ke-27 tahun 1984 di Situbondo), bahkan secara tegas NU menyatakan NKRI harga mati. Sesuatu yang tidak mudah diterima oleh kalangan Islam fundamentalis dan radikal dari dulu hingga kini.

NU terus berkomitmen dan konsisten menjadi ormas pejuang Islam dan penjaga NKRI, guna menghadirkan kehidupan Islam sebagai rahmat bagi semesta. Meminjam istilah dari KH. KH Muhyidin Abdhussomad Jember: "Khaira ummah yang ta'muruna bila ma'ruf dengan cara yang ma'ruf dan tanhauna 'anil munkar dengan cara yang tidak munkar," sehingga tidak mengherankan jika NU selalu menjadi topik obrolan yang menarik dan objek kajian yang tak ada matinya.

Namun tentunya semangat komitmen dan konsistensi tersebut harus dibarengi dengan merawat dan menjaga ke-NU-an akar rumput yaitu warga Nahdliyin oleh Pengurus NU (termasuk seluruh badan otonom, dan lembaga di bawah naungan NU) di semua tingkatan kepengurusan. Banyak penguatan-penguatan ke-NU-an yang bisa dilakukan dalam rangka membumikan ruh NU (kultur NU) dalam jiwa dan sikap/perilaku warga Nahdliyin (NU Kultural). Jika penguatan-penguatan Ke-NU-an tidak dilakukan, atau kalaupun mungkin dilakukan tapi intensitasnya kurang  maksimal, bukan tidak mungkin akan mengalami kerapuhan internal, terutama pada klaster generasi muda Islam yang awam dengan NU. Sehingga ketika ada yang menyerang, kita tidak siap untuk melakukan "pertahanan dan perlawanan".

Masifnya gerakan Islam Islam fundamentalis ataupun Islam radikal (dengan doktrin keagamaan yang mereka usung) di masyarakat akhir-akhir ini merupakan fenomena yang tidak bisa dihindari. Seiring dengan era kebebasan berpendapat dan berekspresi saat ini baik di dunia nyata maupun dunia maya, dengan mudahnya mereka mengecam sana-sini, memberi label bid'ah khufarat, sesat bahkan stempel kafir kepada amaliah yang tidak sesuai dengan keyakinan mereka, sehingga berdampak pada penurunan pemahaman dan implementasi ruh ke-NU-an dalam kehidupan warga Nahdliyin.

Almaghfurlah KH. Hasyim Muzadi, dalam sebuah tulisannya pernah menyatakan: Proses mencairnya kultur keagamaan seperti ini mengandung implikasi sosial yang perlu diwaspadai, gejala sosial ini akan menimbulkan kerawanan sosial yang cukup serius bagi kelangsungan ajaran NU. Masalahnya terletak pada anak-anak muda tersebut yang tidak memahami ajaran aswaja an-Nahdiyyah seutuhnya, sehingga memungkinkan ajaran-ajaran model baru gampang masuk dan mempengaruhi cara berfikir dan bertindak mereka. Kekhawatiran ini sesungguhnya sudah terjadi, ada sejumlah anak muda NU bahkan ulama NU yang "ikut-ikutan" menjadi aktifis FPI, HTI, MMI, atau PKS.

Jadi, di antara permasalahan internal yang dihadapi NU saat ini terletak pada generasi Nahdliyin sekarang yang sebagian besar tidak memahami ajaran-ajaran Islam ahlussunnah wal jamaah an-Nahdiyyah, atau kalaupun mereka paham, tetapi tidak ada usaha untuk meyebarkannya, baik melalui ucapan, tulisan, atau tingkah laku keseharian. Sehingga tidak dapat disalahkan jika masyarakat awam berusaha mencari pedoman lain yang menurut mereka lebih "sesuai dengan Al-quran dan Hadits."

Bukan karena konsep "ideologi beragama" yang ditawarkan mereka lebih kuat atau lebih mapan dari keyakinan keislaman lain yang telah lama berkembang di Indonesia, khususnya aswaja an-nahdiyyah. Tetapi lebih dikarenakan generasi yang kurang memahami (bahkan tidak memahami) ajaran aswaja an-Nahdiyyah seutuhnya, yang salah satunya disebabkan dari internal struktural NU sendiri yang dinilai masih kurang massif dan maksimal dalam penguatan ke-NU-an kepada generasi mudanya.

Wallahu a'lam.

KBC-53

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun