Mohon tunggu...
Irhamna  Mjamil
Irhamna Mjamil Mohon Tunggu... Apoteker - A learner

Pharmacist | Skincare Enthusiast | Writer Saya bisa dihubungi melalui email : irhamnamjamil@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seperti Amat Rhang Manyang

7 Maret 2021   18:12 Diperbarui: 7 Maret 2021   19:17 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Pixabay via pexels.com 

"A home isn't a home without mom" 

Kalimat itu pasti diiyakan oleh hampir kebanyakan orang. Ibu adalah segalanya bagi kebanyakan orang. Tetapi tidak bagiku. Entah mengapa aku membenci ibu. 

Ibu tak seperti ibu lainnya yang menginginkan anak perawannya menikah di usia yang matang. Ibu selalu tidak merestui ketika aku mengenalkan calon suami kepadanya. Entah apa alasannya padahal umurku hampir menginjak kepala 3. 

Feri, calon pertama yang kukenalkan pada ibu. Ia sudah memiliki pekerjaan tetap, dan berasal dari keluarga baik-baik. Saat bertemu dengannya, ibu terkesan cuek dan tidak peduli. Aku berusaha mencairkan suasana agar ibu mau berbicara. Sayangnya ketika aku sedang membuat minum dan meninggalkan mereka berdua di depan, Feri malah pamit pulang. Hubungan kami berakhir setelah itu. 

Tak menyerah aku mengenalkan Dena kepada ibu. Dena adalah chef di salah satu hotel terkenal di daerah kami. Aku mempertemukannya dengan ibu di hotel tempat Dena bekerja. Awalnya semua baik-baik saja, ibu terlihat menyukai Dena. Ibu lalu pamit sebentar ke kamar mandi. Tak kusangka balik dari kamar mandi, ia malah menarikku untuk pulang. Aku dan ibu pulang meninggalkan Dena yang terheran dengan sikap kami. 

Ryan adalah pasangan berikutnya yang kukenalkan pada ibu. Ryan memiliki pekerjaan sebagai seorang polisi. Tampangnya juga tampan dan badannya gagah khas polisi muda pada umumnya. Lagi-lagi Ryan juga tak direstui oleh ibu. Setiap kali aku bertanya alasannya mengapa ia tak pernah merestui hubunganku, ibu tak pernah menjawab. 

Aku pun kecewa dengan ibu. Kekecewaan itu membuat hubungan kami merenggang. Aku pun memutuskan untuk mencari pekerjaan ke luar kota. Tujuannya agar aku bisa jauh dari ibu . Sudah dua kali lebaran aku tak pulang namun, hari ini berbeda. Aku terpaksa pulang di hari meninggalnya ibu. Aku akui aku sedikit sedih kehilangan ibu namun, ego masih menguasai diriku. 

Tiga hari berlalu sejak kepergian ibu. Tak ada yang berubah dari diriku. Bagiku ada atau tidak ada ibu sama saja. Hari ini adalah hari terakhirku ada di kampung. Sebelum pulang, aku melangkahkan kaki ke kamar ibu. Entah mengapa ingin melihat kamar ibu sebelum aku kembali ke perantauan. 

Kamar yang didominasi warna coklat mengingatkanku akan kenangan masa kecil. Saat aku, ibu, ayah, dan dua orang kakak sering bermain di kamar ini. Aku pun membuka laci  meja rias ibu. Menemukan satu buku usang dan membacanya. Mataku terhenti pada satu halaman. 

Tiara, anakku 

Ibu tahu kamu memutuskan untuk kerja di luar kota karena marah dengan ibu. 

Maafkan ibu nak, ibu sama sekali tak berniat untuk tidak merestui hubungan kamu dengan lelaki-lelaki yang telah kamu kenalkan. 

Feri, calon pertama yang kamu kenalkan ke ibu tidak sopan nak. Bukannya berbicara dengan ibu, dia malah sibuk dengan gawainya. Terlampau sering dia meminta untuk berfoto dengan ibu. Bagaimana mungkin ibu merestui kamu dengan seseorang yang terlampau sibuk dengan dunianya yang tak jelas? 

Dena, awalnya ibu menyukainya karena dia sudah mapan dan tingkahnya yang sopan. Namun, semua berubah ketika dari kamar mandi ibu melihat kalian bertengkar. Dena malah mencubit tangan kamu dengan kuat. Ibu marah nak dan langsung menarik tanganmu untuk pulang. Bagaimana mungkin seorang ibu merestui anaknya dengan pria yang kasar? 

Ryan, lelaki yang kamu kenalkan kepada ibu terlalu angkuh nak. Dia asik menceritakan tentang prestasinya dan bagi ibu sikapnya terlalu arogan. Ibu takut nanti ketika kalian menikah dia malah tak menghargaimu. 

Sebenarnya ibu berniat mengenalkanmu pada lelaki namun, sayang kamu berkeras untuk keluar kota. Mungkin kamu bertanya mengapa ibu tidak memberitahukan ke kamu? Bagaimana mungkin ibu memberitahu kepada kamu yang sedang jatuh cinta? Tentu kamu tak terima, nak. 

Duniaku langsung gelap saat itu. Ternyata aku salah menilai ibu, rasanya ingin kutarik kembali waktu dan membahagiakan ibu. Rasanya aku seperti Amat Rhang Manyang yang tak tau berterimakasih kepada ibu. 

*Amat Rhang Manyang, cerita rakyat Aceh yang mirip dengan cerita Maling Kundang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun