Mohon tunggu...
Irhamna  Mjamil
Irhamna Mjamil Mohon Tunggu... Apoteker - A learner

Pharmacist | Skincare Enthusiast | Writer Saya bisa dihubungi melalui email : irhamnamjamil@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bahagiaku Itu Kamu

29 September 2020   19:58 Diperbarui: 29 September 2020   20:09 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jalan hidupku memang tak sempurna. Selalu saja ada rintangan yang datang. Akan tetapi rintangan itu justru membuatku semakin kuat dan kuat. Pahit dan manis kehidupan akan aku jalanin bersama kamu. Bahagiaku melihat kamu selalu tersenyum, itu sudah cukup. Karena kamu duniaku.

Kamu yang sekarang lebih asik dengan duniamu. Akhir-akhir ini teman-temanmu sering datang ke rumah. Kamu tertawa lepas bersama mereka. Sedangkan aku duduk di dapur menunggu acara kalian selesai lalu membereskan sampah yang tersisa.

Akhir-akhir ini kamu juga lebih murung entah karena perkerjaan atau hal yang lain. Emosi kamu lebih sering membentak yang terkadang membuat air mata ini keluar.

 Andai waktu bisa diulang, aku ingin sekali mengulang 12 tahun awal kebersamaan kita. Kamu selalu menganggap aku nomor satu. Setiap sore adalah jadwal kita bersama, kamu bercerita dan aku jadi pendengar sekaligus pemberi nasehat.

Manusia yang selalu mengikutiku belanja dan tak akan membiarkan belanja sendirian. Kamu selalu menganggap aku harus dilindungi. Nyatanya memang seperti itu sayang, perempuan ada untuk dilindungi.  

Entah ulang tahun yang kamu yang keberapa kamu mengatakan akan selalu membahagiakanku. Aku menangis mendengar kalimat itu. Jangan tanyakan mengapa aku menangis. Aku menangis karena bahagia. Bahagiaku itu kamu.

Dulu saat kamu masih umur 8 tahun, aku dan ayahmu rela tak beli baju lebaran, nak. Saat itu kami sedih melihatmu main sepeda dengan teman-temanmu. Kamu main sepeda dengan cara mendorong sepeda mereka dari belakang.

Meskipun kamu tertawa tapi hati kami sedih melihatnya. Bahkan saat kamu masuk rumah sakit, aku rela menjual cincin pernikahanku, aset satu-satunya yang kupunya. Tak apa nanti aku bisa membeli lagi cincinnya.

Kini seiring waktu berjalan, ayahmu meninggalkanku menghadap sang pencipta. Sedih sekali rasanya kehilangan patner hidup. Namun, hidup tetap kujalani karena aku tak ingin kamu bersedih. Kamu masih kuliah saat ayahmu pergi. Kita menangis sambil berpelukan di pusaranya. Saat itu kamu berjanji akan membopongku ke kota sesudah kuliah selesai dan kamu punya pekerjaan.

Janjimu terpenuhi, kamu selesai kuliah dengan IPK yang tinggi. Kamu ditempatkan di kantor dengan gaji yang tinggi. Aku takjub ketika kamu membawaku ke kantor kamu, gedung tinggi yang aku tak mengeti bagaimana cara menaikinya. Itulah sebabnya aku tak pernah mengantarkan makanan siang ke kantormu.

Namun nak seiring berjalan waktu, kamu mulai sibuk dengan duniamu. Kamu jarang mengajakku bicara. Kamu sibuk dengan gadget yang sering ada di tanganmu. Percayalah nak aku tidak butuh barang-barang yang kamu beli. Aku hanya butuh kamu mengajakku bercerita seperti dulu. 

Sembari aku menemani masa tuaku, aku ingin mendengar kamu bercerita nak. Karena emosimu segalanya bagiku. Bahagiaku itu kamu nak. Ibu hanya mau mendengar kamu bercerita seperti dulu bukan barang mewah yang kamu beri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun