Mohon tunggu...
Irhamna  Mjamil
Irhamna Mjamil Mohon Tunggu... Apoteker - A learner

Pharmacist | Skincare Enthusiast | Writer Saya bisa dihubungi melalui email : irhamnamjamil@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Wanita Biasa

21 Agustus 2019   21:03 Diperbarui: 21 Agustus 2019   21:03 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namaku Kania, umurku 21 tahun. Aku baru saja lulus dari perguruan tinggi terkemuka di negeri ini. Saat ini aku dalam proses mencari pekerjaan bagi seorang sarjana teknik sipil. Berbeda dari perempuan lainnya yang tidak menyukai matahari. Aku sangat menyukai panasnya matahari. Itulah alasan aku memilih jurusan teknik agar bebas bereksplorasi di lapangan. Berasal dari keluarga terpandang sebenarnya tak sulit untuk aku mencari pekerjaan dari relasi ayah. Tapi tidak, aku tidak mau terjebak di zona nyaman. Aku harus keluar dan menemukan duniaku sendiri.

Setelah gagal beberapa kali akhirnya aku diterima. Di perusahaan yang nyaris tidak dikenal. Bertemu dunia baru yang bagiku menyenangkan. Perusahaan ini menfokuskan mencari keuntungan besar akan tetapi anehnya 25% dari keuntungan diberikan bagi anak-anak kumuh.

"Setelah capek-capek cari untung gede dan 25% keuntungan dikasih gitu aja
ra ?" tanyaku pada rara teman kerja satu divisi.

"Ya kamu tanyak aja sama pak imam. Lagian ya selama gaji kita gak kena
imbas, aku mah gak peduli".

Pak Imam adalah pemilik perusahaan. Pemuda dengan tampang yang biasa saja. Masih berusia 25 tahun dan punya segudang prestasi. Aku mengenalnya saat gathering karyawan beberapa bulan yang lalu. Takdir membawa hidupku lebih dekat dengannya. Entah mengapa divisiku lebih sering berinteraksi langsung dengan pak Imam. Hingga pada saatnya aku dan pak Imam harus meninjau proyek kami di lapangan hanya berdua saja.

"Kamu biasanya kalo makan siang makan dimana?" Tanyak pak Imam di dalam mobil.

"Di cafe dekat kantor pak".

"Kamu mau temenin aku makan siang di tempat yang nyaman juga?".

"Boleh pak".

"Sebentar ya aku beli makanan dulu".

Aku tersenyum lalu dibuat heran oleh tingkahnya. Bukannya tadi ia mengajak menemani makan lalu mengapa membeli makanan yang dibungkus. Mobil terus melaju kearah yang menjauh dari gemerlapnya perkotaan. Membawaku masuk ke pemukiman kumuh dengan sampah dimana-mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun