Empat tahun menelan kepahitan, hidup dalam bayang-bayang seseorang yang telah dimiliki orang. Pergi membawa bara api yang di tinggal dalam jasadku, panas dalam diriku membawa dampak yang buruk hingga aku larut dalam kegelapan. Bosan dunia malam hingga kembali ke jalan tuhan, disini aku mulai menata hati yang kembali kunikmati dengan penuh rasa Cinta kepada sang Nur. Kutemukan rasa nyaman ketika memandang langit, merasa nyaman ketika dingin datang membawa rintik hujan, ini Rahmat tuhan.
Ketika sang Nur mulai melebur dalam jiwaku, sedikit demi sedikit aku mulai berpikir dengan cara yang lalu dan memandang hidupku kedepan aku harus menemukan hidup lain yang utuh untuk mencari petuah sebagai arah ke jalan yang syari'at.
Keputusanku tidaklah jauh dari sejarah islam datang ke nusantara. Saran dari teman dan memang keinginanku mulai tertanam untuk datang ke lembaga pendidikan islam tradisional. Pesantren menjadi tujuan utamaku untuk mencari ilmu, belajar mempengaruhi hati dan pikiran. Doktrin keagamaan aku dapatkan dari pesantren walaupun masih tergolong baru namun aku bisa membaur dengan mereka santri lawas yang sudah menelan ilmu agama yang jauh lebih banyak dari pengetahuanku.
Namun, sifat kebringasan yang melekat dalam dunia gelap waktu lalu masih aku bawa hingga sekarang. Entah, bagaimana caranya aku menghilangkannya.
Ada sedikit yang membuatku belum bisa mengikuti aturan pesantren yang di tuntut untuk selalu berperilaku sopan. Ta'dzim kepada guru, dan masih banyak lagi. Menurutku lembaga pendidikan pesantren jauh lebih baik ketimbang lembaga pendidikan formal atau negara. Ada beberapa tradisi di pesantren seperti lalaran, setoran, muhafadzoh, dan masih banyak lagi.
Tradisi di pesantren sangat berpengaruh terhadap cara berpikir santri. Dalam situasi gonjangan faham khilafah misalnya, santri tetap Teguh menjaga keutuhan NKRI tetap percaya bahwa Pancasila sebagai pedoman bernegara sesuai dengan syari'at islam.